Bisnis.com, JAKARTA—Rencana pemerintah untuk menaikkan besaran iuran upah peserta dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) dari 2,5% menjadi 5% membuat pembahasan aturan tersebut mundur dari jadwal awal.
Pada pembahasan awal pemerintah dan anggota DPR sudah menyepakati batasan minimal iuran pekerja minimal adalah 2,5% dari upah. Setelah dilakukan simulasi, iuran tersebut dinilai terlalu kecil.
Ketua Panitia Khusus RUU Tapera Yoseph Umar Hadi memaparkan berdasarkan hitungan yang ada, melalui iuran tersebut hanya bisa dibangun sekitar 80.000 hingga 100.000 unit rumah setiap tahunnya.
Hal tersebut diasumsikan bila total pekerja ditambah pegawai negeri sipil berjumlah sekitar 42 juta jiwa, dengan hanya 25% dari seluruh peserta tersebut aktif menabung.
Setelah dihitung, sambungnya, jika besaran iuran hanya 2,5% dari upah, jumlah unit rumah yang bisa dibangun terlalu sedikit.
“Akhirnya Kementerian Perumahan Rakyat menilai besaran iuran perlu ditingkatnya menjadi 5%. Kemenpera meminta waktu untuk melakukan konsultasi dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (10/7/2013).
Selain terkait persentase iuran, tuturnya, pemerintah juga kembali menimbang ulang kemungkinan keterlibatan pemberi kerja untuk sharing pada iuran tapera tersebut.
“Dulu kan Menteria Keuangan tidak mau, karena dianggap menjadi beban. Tapi kalau tidak ada bantuan dari pemberi kerja, untuk mengejar backlog (kekurangan rumah) akan lambat juga,” tambah Yoseph.
Melalui pembahasan dengan Menko Perekonomian, katanya, diharapkan bisa dicarikan solusi agar keterlibatan pemberi kerja dalam pembayaran iuran bisa dilakukan.
Yoseph menuturkan pelaksanaan tapera di negara lain selalu melibatkan pemerintah sebagai pemberi kerja untuk ikut sharing.