Bisnis.com, JAKARTA – Depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dinilai belum cukup menjadi insentif pendorong ekspor.
“Pelemahan rupiah selama ini baru berhasil menurunkan impor, belum mendorong ekspor,” kata Kepala Ekonom BCA David Sumual saat dihubungi, Minggu (3/8/2014).
Pengaruh itu paling terlihat pada impor barang modal yang sekaligus terimbas perlambatan investasi akibat moderasi pertumbuhan ekonomi.
Dalam survei Bloomberg, David memperkirakan ekspor Juni naik 1,1% (year on year) dari US$14,76 miliar, sedangkan impor turun 2,1% dari US$15,64 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan defisit US$387 juta.
Sementara itu, ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi mengatakan kinerja neraca perdagangan sedikit membaik dibandingkan Juni tahun lalu yang defisit hingga US$880 juta.
Menurutnya, tahun lalu pertumbuhan ekonomi relatif masih tinggi sehingga impor pun mengikuti.
“Tahun ini, pertumbuhan melambat menjadi 5,2% sehingga impor turun,” kata Eric yang memperkirakan ekspor Juni naik 0,4%, sedangkan impor turun 4,6%.
Proyeksi median 15 ekonom yang disurvei Bloomberg memperkirakan neraca perdagangan Juni defisit US$387 juta setelah sempat surplus US$70 juta bulan sebelumnya.
Seluruh ekonom yang disurvei memproyeksi neraca perdagangan defisit dengan kisaran US$99 juta hingga US$990 juta.
Konsensus ekonom pun menyebutkan ekspor Juni turun 1,75% (yoy), sedangkan impor turun 4,1%.