Bisnis.com, JAKARTA—Sengketa dagang produk rokok kretek antara Indonesia dan Amerika Serikat akhirnya resmi dihentikan, dengan kesimpulan akhir bahwa pihak AS tetap melanggar ketentuan WTO dalam kasus tersebut.
Pemerintah kedua negara menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk mengakhiri kisruh terkait larangan produksi dan distribusi rokok nonmentol termasuk kretek (clove cigarettes) di Negeri Paman Sam.
“RI dan AS menyepakati MoU untuk mengakhiri kasus ini dengan penyelesaian yang mengakomodasi kepentingan kedua pihak, serta menyatakan keduanya sepakat menutup kasus ini,” kata Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Bachrul Chairi, Selasa (7/10/2014).
Dia mengungkapkan dalam MoU tersebut, pihak Indonesia tetap diuntungkan karena keputusan Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) di WTO tetap memvonis AS bersalah. Artinya, kesepakatan yang dicapai tidak menghapus fakta bahwa AS melakukan pelanggaran.
Sebelumnya, AS membuat undang-undang yang melarang produksi dan penjualan rokok nonmentol sejak 2009. Indonesia keberatan karena UU itu dipandang diskriminatif terhadap rokok kretek asal RI dan memberi keuntungan tidak adil bagi produsen rokok mentol.
Pasalnya, semua jenis rokok beraroma dilarang diperjualbelikan di pasar Amerika. Akan teapi, yang membuat RI geram, rokok mentol seharusnya juga dilarang karena termasuk ke dalam kategori rokok beraroma.
Pada April 2010, RI mengadukan tindakan AS itu ke DSB WTO melalui serangkaian konsultasi dan proses pemeriksaan. Pada akhirnya, WTO menyatakan bahwa AS memang bersalah karena menerapkan kebijakan diskriminatif yang merugikan Indonesia.
Kenyataannya, AS tidak melaksanakan keputusan DSB WTO untuk melarang penjualan rokok mentol. Negara tersebut hanya melancarkan kampanye mengenai bahaya rokok mentol. Sebagai respons, RI meminta otoritasi Arbitrase WTO untuk melakukan retaliasi kepada AS.
“Keuntungan lainnya, apa yang didapat Indonesia melalui penyelesaian di luar WTO ini lebih signifikan jika dibandingkan upaya langkah retaliasi senilai US$55 juta dari total impor Indonesia ke Amerika Serikat,” sambung Bachrul.
Melalui MoU itu, Indonesia juga diuntungkan karena pemerintahan Presiden Barack Obama akan memberi tambahan fasilitas GSP yang melebihi nilai batas tertentu selama 5 tahun berikutnya dan mempertimbangkan permintaan atas produk ekspor lain dari Indonesia.
Bachrul menambahkan AS juga berjannji tidak akan mengadukan kebijakan UU Minerba yang diterapkan Indonesia dan tidak akan mengganggu akses pasar produk cigars dan cigarillos buatan Tanah Air di pasar AS sampai ada peraturan lebih lanjut yang tidak bersifat diskriminatif.
“AS bahkan akan membantu Indonesia untuk memperbaiki penegakan hak kekayaan intelektual [HKI] agar Indonesia mendapatkan status lebih baik dalam hal penegakan HKI,” imbuhnya.
Dengan diakhirinya sengketa rokok tersebut, lanjut Bachrul, kedua negara akan mengintensifkan kerja sama perdaganga dan investasi dalam kerangka Indonesia-US Trade and Investment Framework Agreement (TIFA).
Untuk diketahui, kasus rokok kretek ini sempat diseret AS ke tahap arbitrase di forum DSB WTO. Rencananya, pada 27 Juni lalu, DSB mensirkulasikan keputusan arbitrator terkait arbitrase kasus tersebut.
Namun, pihak RI-AS sepakat untuk meminta penundaan pengumuman dan mencari jalan tengah terbaik melalui pertemuan bilateral untuk membahas hal-hal yang menjnadi kepentingan kedua belah pihak.