Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi tahunan terakselerasi ke level di atas ekspektasi, menguatkan spekulasi kelanjutan pengetatan moneter oleh Bank Indonesia tahun ini kendati harga bahan bakar minyak berpeluang terus menurun.
Badan Pusat Statistik mengumumkan inflasi sepanjang 2014 mencapai 8,36%, di atas estimasi ekonom dan otoritas. Proyeksi berdasarkan polling Reuters memprediksi inflasi tahun lalu 7,92%. Bank Indonesia mengestimasi 8,1%-8,2%.
Selain karena penaikan harga BBM subsidi pada November, inflasi juga digerakkan oleh melejitnya beras dan cabai merah. Ketiganya memberi andil masing-masing 0,52%, 0,17%, dan 0,16%, terhadap inflasi Desember yang 2,46%.
Musim hujan yang mengganggu panen, infrastruktur yang buruk, ditambah bencana yang mengganggu distribusi, membuat pasokan kedua komoditas pangan itu tersendat, yang akhirnya melambungkan harga.
Meskipun lebih tinggi dari ekspektasi, peneliti dari Barclays Wai Ho Leong melihat akselerasi inflasi hanyalah lesatan sementara, apalagi pemerintah baru saja beralih ke rezim subsidi tetap yang berimplikasi pada fleksibilitas harga BBM mengikuti harga minyak dunia. Sementara saat ini, harga minyak dunia sedang turun.
Namun, Wai melihat Bank Indonesia tetap akan melanjutkan bias kebijakan ketat untuk menjaga ekspektasi inflasi terjangkar dengan baik.
“Kami memperkirakan BI akan menaikkan lebih lanjut BI rate 25 basis poin pada kuartal III/2015, membuat suku bunga akhir tahun menjadi 8%,” kata Wai dalam keterangan tertulisnya.
BACA JUGA:
2015, Tahun Eling lan Waspada
Pilih Topik Berita Favorit untuk Diulas Harian Bisnis Indonesia