Bisnis.com, BANDUNG— Permintaan bibit tanaman karet di Jawa Barat terbilang tinggi seiring dengan meningkatnya minat petani untuk membudidayakan komoditas itu.
Namun, akibat keterbatasan kebun induk tersertifikasi yang masih minim memicu petani belum bisa memproduksi bibit karet sendiri, sehingga masih harus mendatangkannya dari daerah lain.
Ketua Gabungan Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Jabar Mulyadi Sukandar mengatakan kurangnya kebun induk tersertifikasi menyebabkan produktivitas karet relatif rendah. Pasalnya, bibit yang dibeli para petani tidak diketahui asal-usulnya.
"Kebun induk tersertifikasi perlu diperbanyak, agar pembibitan karet benar-benar berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun, saat ini Jabar belum banyak memiliki kebun itu,” katanya kepada Bisnis, Jumat (13/2).
Mulyadi mengungkapkan bila petani menggunakan bibit tersertifikat mampu memproduksi karet sekitar 2 ton-3 ton per hektare. Sementara bila mereka menggunakan bibit yang tidak dikenal asal-usulnya hanya menghasilkan produksi karet sekitar 1 ton per ha.
Gapperindo mengharapkan memiliki gairah tinggi untuk memperbanyak kebun induk karet tersertifikasi, sehingga produksi karet lokal mampu berdaya saing.
“Jabar kan punya balai teknis untuk memperbanyak kebun induk itu. Sekarang tinggal kemauan pemerintah untuk merealisasikannya,” ujarnya.
Selain itu, katanya, kualitas bokar di tingkat betani masih di bawah Standart Indonesian Rubber atau SIR, sehingga hal tersebut memicu harga jual menjadi rendah.
Mulyadi menyarakan perlu adanya upaya penyampaian pemahaman agar petani karet mampu menghasilkan bokar berkualitas sehingga kualitas produk hilir juga ikut meningkat.
“Kami masih menemukan petani yang menambahkan kaolin dan vulkanisat dengan tujuan pembekuan lateks yang jelas akan meningkatkan kadar kontaminasi pada bokar,” katanya.
Sependapat dengan Gapperindo Jabar. Penasihat Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Jabar Iyus Supriatna mengatakan produktivitas karet milik petani di kawasan ini rata-rata hanya 1 ton per ha per tahun, lebih rendah dibandingkan produsen karet di dunia seperti Malaysia dan Thailand.
“Produktivitas karet di Malaysia dan Thailand bisa mencapai 1,5-1,7 ton per ha per tahun,” katanya.
Dia menjelaskan rendahnya produktivitas tanaman karet antara lain penggunaan benih yang tidak unggul serta pola penyadapan yang masih tradisional.
Menurutnya, petani selama ini tidak banyak menguasai teknik budi daya karet yang tepat dan baik dalam penguasaan teknolgi penyadapan.
“Penggunaan bibit unggul dan pola penyadapan sangat mempengaruhi produktivitas karet di Jabar.”
Oleh karena itu, katanya, pemerintah harus lebih agresif melakukan peremajaan tanaman karet dengan menggantinya dengan bibit unggul serta menggenjot transfer teknologi terhadap petani.
"Pemerintah harus menyediakan bibit unggul kepada petani serta diimbangi dengan penyuluhan agar produktivitas karet semakin meningkat," ujarnya.
Jabar Diminta Perbanyak Kebun Induk Bibit Karet
Permintaan bibit tanaman karet di Jawa Barat terbilang tinggi seiring dengan meningkatnya minat petani untuk membudidayakan komoditas itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Adi Ginanjar Maulana, Ria Indhryani
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
51 menit yang lalu
Lo Kheng Hong Serok Lagi Saham GJTL Desember 2024
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
15 menit yang lalu
Hampir 100 Ribu Orang Teken Petisi Desak Prabowo Batalkan PPN 12%
37 menit yang lalu
Usai Pangkas Suku Bunga, The Fed Fokus Kendalikan Inflasi
1 jam yang lalu
Efek Keputusan Kebijakan The Fed ke Rupiah dan Yuan Cs
1 jam yang lalu