Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk tidak lagi mensubsidi bahan bakar nabati dan menggantinya dengan insentif fiskal bagi produsen biodiesel dalam negeri.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan pihaknya akan mengusulkan agar harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai bahan baku untuk biodiesel bisa ditekan.
“Kami memang ada wacana untuk mencari solusi supaya tidak ada lagi subsidi [bahan bakar nabati (BBN)]. Caranya berupa insentif fiskal,” katanya di kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (16/3/2015).
Menurutnya, dengan ditekannya harga CPO untuk dalam negeri, terutama bagi biodiesel, maka biaya produksi biodiesel akan turun dengan sendirinya sehingga harga jual kepada masyarakat menjadi murah dan tidak memerlukan subsidi lagi.
Dia menjelaskan selama ini penentuan harga CPO hanya melalui harga patokan eskpor (HPE) saja, sedangkan untuk dalam negeri tidak ada patokan yang jelas. Dengan kondisi seperti itu, harga CPO dalam negeri otomatis mengacu pada HPE tersebut.
Padahal, dia menilai seharusnya harga CPO dalam negeri juga ditentukan secara pasti oleh pemerintah. “Harusnya kan untuk dalam negeri lebih murah karena tidak ada biaya keluar. Namun, menurut catatan kami, harganya sama saja,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia menilai sudah saatnya harga CPO dalam negeri untuk pasokan biodiesel, diregulasi oleh pemerintah melalui peraturan presiden (perpres). Pasalnya, pembahasan menenai harga CPO akan melibatkan beberapa kementerian.
Menurutnya, opsi menekan harga CPO untuk biodiesel tersebut merupakan cara yang lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan pemberian subsidi. Alasannya, pengajuan subsidi harus melewati DPR terlebih dahulu sebelum bisa disahkan.
Sebelumnya, Komisi VII DPR telah menyepakati besaran subsidi untuk biodiesel maksimal Rp4.000 per liter dengan catatan kandungan yang digunakan dalam solar hanya 10%. Masalahnya, pemerintah berencana untuk meningkatkan mandatori kandungan biodiesel tersebut menjadi 15% (B-15) mulai 1 April mendatang.
Artinya, besaran subsidi harus dikalkulasi ulang sementara para produsen biodiesel membutuhkan kepastian untuk memberi pasokan.
Terkait dengan rencana mandatori B-15 tersebut, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan pihaknya sudah siap merevisi Permen ESDM No.32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga BBN.
Sebelumnya, rencana meningkatkan kandungan biodiesel menjadi 15% akan dilakukan pada September tahun ini sebelum mencapai 20% pada 2016.
Meskipun begitu, para produsen biodiesel menyatakan siap dari segi pasokan manakala aturan tersebut benar-benar diterapkan.
Paulus Tjakrawan, Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), mengatakan walapun tergolong sulit untuk diterapkan, dia memastikan pasokannya akan tersedia, apalagi dengan adanya harga indeks pasar (HIP) biodiesel baru.