Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Persepatuan Indonesia menyatakan minat investasi yang tinggi dari investor global terhalang oleh kebijakan penetapan upah pekerja dan diiring dengan iklim usaha tak kondusif menyusul aksi demo buruh yang marak terjadi.
Eddy Widjanarko, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), mengatakan saat ini Indonesia menjadi negara tujuan utama investasi industri persepatuan karena dinilai unggul dalam kualitas serta memiliki kreativitas tinggi.
“Walaupun produktivitas rendah, merek global menilai kualitas dan kreativitas Indonesia bagus. Ekspor kita saat ini baru mencapai US$4,5 miliar, jika situasi kondusif, investasi yang masuk dapat meningkatkan ekspor hingga US$10 miliar dalam waktu dekat,” katanya, Kamis (30/5/2015).
Menurutnya, fakta ini didapat sejak lima tahun lalu ketika Aprisindo bersama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membuka ruang informasi khusus investasi industri persepatuan. Sebanyak 68 perusahaan asing menyatakan minat investasi.
Namun, seiring dengan besaran kenaikan upah minimum yang tidak terkontrol hingga mencapai 40% ditambah dengan aksi demo pekerja yang terjadi tiap tahun, sebagian besar investor menunda bahkan membatalkan investasi.
Padahal, pertumbuhan ekspor produk persepatuan Indonesia dalam lima tahun terakhir meningkat hampir tiga kali lipat yakni dari US$1,7 miliar pada 2009 menjadi US$3,8 miliar pada 2013 dan US$4,5 miliar pada tahun lalu.
Hal ini mengindikasikan realisasi investasi pabrik baru yang terhambat sejumlah faktor tidak memengaruhi peningkatan volume produksi pada pabrik yang ada, seiring dengan beralihnya konsumen dunia dari produk China ke Vietnam dan Indonesia.
Peralihan konsumen dunia dari China, tuturnya, terjadi ketika produktivitas industri persepatuan negara ini pada 2008 turun akibat kenaikan upah minimum dan kebijakan pemerintah yang mengalihkan industri padat karya ke padat modal seperti pabrik elektronik dan sejenisnya.
Saat ini pesaing terdekat Indonesia dalam industri persepatuan adalah Vietnam. Kendati nilai ekspor kedua negara terpaut jauh, yakni Vietnam mencapai US$12 miliar, tetapi konsumen global masih mengunggulkan Indonesia dari sisi kualitas produk.
Pelaku usaha, menurutnya yakin nilai ekspor Indonesia pada tahun ini dapat mencapai US$5 miliar. Karena utilitas kapasitas terpasang saat ini baru 70%. Selain itu terdapat investasi baru seperti di Jawa Timur milik perusahaan Swedia dengan nilai US$10 juta, Korea Selatan senilai US$60 juta di Garut.
Harjanto, Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, mengatakan dalam rencana induk pembangunan industri nasional (Ripin) 2015-2035, untuk periode 2015-2019 pemerintah telah menyiapkan 15 langkah pembangunan industri kulit dan alas kaki nasional.
“Produk kulit dan produk barang dari kulit telah berkontribusi positif terhadap PDB nasional sebesar 2,02% serta menyerap tenaga kerja sebanyak 5,5% dari total tenaga kerja industri manufaktur,” katanya.