Bisnis.com, JAKARTA–Terbatasnya jumlah petugas pengawasan barang beredar di wilayah perbatasan Indonesia, menjadi salah satu penyebab masih tingginya rasio barang yang ilegal yang merembes ke Indonesia dari negara-negara tetangga.
Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan saat ini pemerintah masih sangat kekurangan petugas pengawasan yang bertugas di kawasan perbatasan. Secara ideal seharusnya dengan 511 kabupaten/kota, setiap kota memiliki empat petugas pengawas.
“Seharus ada 2.044 petugas. Sekarang cuma ada 800an yang tersebar di kabupaten/kota,” ujar Widodo, Rabu (6/5/2015).
Selain itu, aturan otonomi daerah yang termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah membuat pengawasan perbatasan dibebankan kepada pemerintah provinsi, bukan kabupaten kota. Padahal, masalah perdagangan lintas batas juga menjadi kendala pengawasan kabupaten/kota, karena terjadi di level tersebut.
Masalah anggaran yang terbatas, sambung Widodo, juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan pengawasan. Setiap provinsi hanya memiliki anggaran antara Rp75 juta–Rp100 juta, tergantung banyaknya kabupaten/kota dalam provinsi terkait.
“Ini masih kita upayakan agar kabupaten/kota tetap harus melakukan pengawasan barang karena dampaknya tetap ada di kabupaten/kota. Itu yang harus dikomunikasikan terus, termasuk mengenai penganggaran,” ujar Widodo.
Menurut Widodo anggaran pengawasan yang dibutuhkan seharusnya cukup besar karena pengawasan barang beredar memiliki enam parameter a.l. standar, label, petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia, klausa baku, dan layanan purna jual. Sementara barang yang beredar berjumlah jutaan item.