Bisnis.com, BANDUNG—Pemerintah Provinsi Jawa Barat menuding rantai penjualan daging ayam menjadi penyebab terus membengkaknya harga komoditas tersebut di pasaran setiap tahun, terutama menjelang Ramadan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar Ferry Sofwan mengatakan menjelang Ramadan harga daging ayam cenderung mengalami kenaikan seperti tahun sebelumnya karena alasan mata rantai yang sulit dituntaskan.
Menurutnya, dalam rapat dengan DPRD dan seluruh stakeholder perunggasan beberapa waktu lalu, para penjual mengaku mata rantai dari peternak hingga pengecer sudah sangat panjang.
“Dan mereka sudah berhubungan baik puluhan tahun. Ini yang membuat harga di pengecer mahal,” katanya kepada Bisnis, Rabu (20/5).
Dia menjelaskan sejak ayam diambil dari peternak oleh pedagang besar, lalu diambil pedagang menengah, dibeli kembali oleh pedagang kecil, hingga pengecer tingkat rumahan membuat margin harga daging ayam di Jabar terus membesar.
Ferry mengaku sulit memapas rantai dagang ini karena dari setiap tingkatan hubungannya sudah menjadi kekeluargaan. Makin sulit ketika sistem pembayaran mata rantai ini tidak memberatkan satu sama lain yakni tidak mesti harus dibayar tunai.
“Semuanya ini berakibat harga terakumulasi di tingkat pengecer kecil,” katanya.
Kenaikan harga daging ayam di pasar Jabar akhir-akhir ini menurutnya tetap sebuah fenomena menjelang Ramadan.
Saat ini harga daging di pasaran terdeteksi jauh lebih mahal dibanding di tingkat peternak.
Dalam sepekan terakhir, harga daging ayam naik cukup signifikan hampir tembus 10% dari Rp29.800 per kilogram menjadi Rp31.800 per kilogram.
“Harga jual daging di tingkat peternak masih di bawah antara Rp16.000-Rp17.000 per kilogram, tapi di pengecer terjadi lonjakan,” katanya.
Kendati demikian, harga tidak akan terus melambung sampai Idulfitri nanti, hal ini dipelajari dari kenaikan harga daging sapi setiap Ramadan dan menjelang Idulfitri.
“Daging sapi saja naik menjelang Ramadan dan turun lagi di minggu kedua. Seminggu menjelang Idulfitri naik lagi. Itu sudah kita amati lima tahun terakhir,” katanya.
Sementara itu, Dinas Peternakan (Disnak) Jabar optimistis persediaan daging ayam untuk kawasan itu tercukupi selama Ramadan.
Kepala Disnak Peternakan Jabar Doddy Firman Nugraha mengatakan stok daging ayam saat ini mencapai 71.491 ton, dengan kebutuhan 26.934 ton. ”Berarti Jabar surplus daging ayam hingga 44.556 ton,” ujarnya.
Kelebihan stok daging ayam tersebut diperkirakan akan dipasok ke wilayah lain yang membutuhkan. Namun demikian, pihaknya akan terlebih dulu memantau kondisi di Jabar, sebab dikhawatirkan meskipun surplusnya banyak kemungkinan permintaan secara mendadak tetap terjadi.
“Itu yang kami antisipasi, tapin kemungkinan pasokan ke wilayah lain pun tetap dilakukan,” katanya.
Secara terpisah, Sekretaris Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) Ashwin Pulungan mengatakan harga daging ayam bisa menembus lebih di atas Rp30.000 per kilogram akibat permintaan konsumen yang terus meningkat.
Kendati harga daging ayam mahal, lanjutnya, selama ini peternak tidak pernah merasakan untung yang tinggi, karena peta usaha perunggasan nasional sekitar 80% dikuasai penanam modal asing (PMA), sisanya penanam modal dalam negeri (PMDN) dan peternak mandiri.
Dengan melihat peta usaha itu, katanya, ayam yang dijual kepada konsumen selama ini sebagian besar disuplai PMA.
“Mata rantai yang panjang itu diduga sengaja dilakukan oleh PMA. Jadi, wajar jika harga mahal,” ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah harus mampu memutus mata rantai yang panjang agar harga daging ayam tidak terus merangkak naik setiap Ramadan tiba.
Ketua Bidang Perunggasan Persatuan Warung dan Pedagang Pasar Tradisional (Pesat) Jabar Yoyo Sutarya mengakui ada kenaikan harga ayam di pasaran jelang puasa tiba. Hal ini disebabkan, karena semakin meroketnya harga pakan.
"Harga pakan itu terus naik dan tidak pernah turun dan peternak itu tidak berani ngomong sekalipun dia dalam posisi yang dirugikan karena mereka takut tidak disuplai DOC," katanya.
Menurut dia, peternakan Indonesia itu sudah dimonopoli para pengusaha besar yang notabene PMA. Mereka tidak hanya menguasai pakan, tapi juga sudah merambah DOC.
Dengan kondisi tata niaga perunggasan saat ini, maka peternak rakyat sulit bisa mendapatkan untung. Dampaknya tidak sedikit, peternak yang gulung tikar karena tak bisa bersaing dengan pengusaha besar.
"Saya pernah ngajak peternak untuk demo, tapi tidak ada yang berani menyuarakannya," ujarnya.
Saat ini, lanjutnya, harga daging ayam di pasaran berkisar Rp28.000-Rp34.000 per kilogram. Apabila, jelang puasa, harga ayam diatas Rp34.000, pedagang mengancam melakukan mogok jualan.
"Tidak menutup kemungkinan ayam akan kembali naik. Kalau, naik lagi kami sudah tak sanggup lagi. Karena pada Idulfitri tahun sebelumnya harga tidak lebih Rp32.000," paparnya.(k6/k29/k57)