Bisnis.com, JAKARTA—Enam perusahaan tekstil sektor hulu mengeluhkan fenomena impor pakaian ilegal yang marak di Indonesia. Fenomena ini membuat produksi sektor tersebut menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Franky Sibarani menyampaikan berdasarkan laporan yang masuk ke pihaknya, akibat permasalahan impor ilegal ini, kurang lebih 945 tenaga kerja terancam dirumahkan sementara. Enam perusahaan tersebut terletak di beberapa lokasi di antaranya di Karawang, Tangerang dan Jawa Barat.
“Ini akan menjadi prioritas BKPM untuk memfasilitasi keluhan yang telah disampaikan kepada kami. Kami akan memfasilitasi pertemuan dengan Dirjen Bea Cukai dan nantinya dengan perwakilan perusahaan,” ujar Franky, Selasa (13/10/2015).
Franky mengatakan bahwa sebenarnya kebijakan paket ekonomi jilid III telah membantu para pelaku usaha untuk meningkatkan daya saingnya dan tetap menjaga operasional perusahaan. Meski demikian, dia tidak menampik tetap adasejumlah permasalah khusus yang juga membutuhkan penanganan secara lebih mendalam.
“Contohnya impor ilegal ini. Dengan masuknya produk-produk ilegal tersebut, maka perusahaan di sektor hilir akan memilih membeli produk ilegal tersebut karena harganya jauh lebih murah dari enam perusahaan tersebut,” jelasnya.
Sebagian perusahaan telah menurunkan rata-rata 20% dari volume produksinya akibat melemahnya sisi demand akibat tergerus produk impor dan membanjirnya impol ilegal yang mayoritas berasal dari Tiongkok dan India.
Dari hitungan perwakilan perusahaan, perbedaan antara harga produk impor yang legal dan produksi mereka mencapai 20 sen. Apabila perbedaan harga bahan baku tersebut berkisar 5-10 sen maka produsen dalam negeri masih dapat bersaing.
“Jadi mereka menjelaskan bahwa kalau perbedaannya sampai 20 sen, maka garmen lokal akan lebih milih impor, kalaupun dikasih jam malam diskon listrik hanya berkurang 5 sen, ditambah lagi tanpa WBP (Waktu Beban Puncak) diskon yang diberikan hanya dampak 8 sen,” kata Franky.
Oleh karena itu, beberapa usulan yang mengemuka disampaikan oleh perwakilan perusahaan, di antaranya permohonan permintaan penambahan diskon listrik dari 30% menjadi 50%.
Selain itu beberapa pelaksana di tingkat daerah juga dinilai belum terinformasi dengan jelas mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah pusat untuk membantu kalangan dunia usaha untuk dapat tetap menjaga operasional perusahaan dan memperkerjakan karyawan yang dimilikinya.
Presiden Jokowi sendiri kemarin (12/10) memerintahkan untuk memerangi produk ilegal. Perintah tersebut disampaikan dalam Rapat terbatas tentang pemberantasan produk ilegal. Industri tekstil menghasilkan Rp 5,6 triliun surplus perdagangan tahun 2014, dari Rp 12,7 triliun nilai ekspor.
Nilai ekspor tumbuh rata-rata 4% per tahun selama 2010-2014. Realisasi investasi industri tekstil semester I 2015 tumbuh 58% dibandingkan 2014, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
total investasi sebesar 16,6%. Nilai realisasi industri tekstil semester I 2015 sebesar Rp 3,9 triliun, terdiri atas 55% PMDN dan 45% PMA.
Nilai investasi tersebut berasal dari 378 proyek investasi yang sedang direalisasikan dan menyerap sekitar 70.000 tenaga kerja langsung. Tercatat, provinsi yang menjadi lokasi utama investasi tekstil yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta