Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah menilai program dukungan perumahan oleh BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat menggantikan peran Badan Pengelolaan Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) yang akan dibentuk setelah UU Tapera diterbitkan.
Direktur Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat menggantikan peran Tapera seturut konsep yang termuat dalam RUU Tapera.
Selain itu, amanat utama BPJS Ketenagakerjaan sesuai UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional hanya memberi jaminan untuk empat hal.
Keempatnya yakni jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, dan jaminan hari tua. Tidak ada ketentuan secara eksplisit tentang jaminan perumahan.
Artinya, meskipun BPJS Ketenagakerjaan dapat mendukung program perumahan seturut PP 99/2013 dan PP 55/2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, tetap saja program perumahan bukan lah tujuan utama BPJS Ketenagakerjaan.
“Dia masuk ke perumahan kan untuk mengelola dana dia agar berkembang. Artinya, kalau suatu saat BPJS mengatakan mereka kesulitan keuangan karena harus biayai kecelakaan kerja atau pensiun, ya dia bisa stop untuk perumahan,” katanya, Kamis (11/2/2016).
Sebelumnya, kalangan pengusaha melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku keberatan atas RUU Tapera yang membebankan iuran kepada pekerja dan pengusaha.
Ketua Umum Kadin Rosan P. Roeslani mengatakan, seharusnya pemerintah menyasar pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan pekerja informal yang sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Sumber pendanaan dapat diambil dari APBN-APBD, atau dari sumber pembiayaan publik lainnya yang selama ini sudah dipungut dari pelaku usaha melalui pajak.
Menurutnya, BPJS Ketenagakerjaan sudah menyediakan program bantuan uang muka perumahan dan subsidi bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang sumbernya dari pagu 30% portofolio kelolaan Jaminan Hari Tua (JHT), atau Rp54 triliun dari total Rp180 triliun.
Dana tersebut ditempatkan pada perbankan dengan tingkat imbal hasil paling sedikit setara dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia.
“Persentase beban pungutan pengusaha dan pekerja saat ini kan sudah cukup besar. Toh pekerja sudah memperoleh pembiayaan perumahan itu dari BPJS Ketenagakerjaan, seharusnya jangan dobel,” kata Hariyadi B. Sukamdani, Ketua Apindo.