Bisnis.com, JAKARTA - Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mengklain bisa menjamin perlindungan dan kesejahteraan pelaut yang bekerja di luar negeri selama mereka bekerja di perusahaan yang memiliki perjanjian kerja bersama (PKB) yang ditandatangani oleh KPI dengan perusahaan pelayaran atau operator kapal yang disahkan Kemenhub.
Selain mengatur gaji standar internasional, PKB juga memberikan kepastian perlindungan kepada pelaut. Terutama bagi pelaut yang menghadapi masalah dengan pemilik atau operator kapal yang mempekerjakan mereka. Termasuk pengurusan asuransi bila pelaut mengalami kecelakaan atau meninggal saat bekerja di kapal.
“Banyak pelaut yang menghadapi kasus di luar negeri dan mengaku anggota KPI. Tapi setelah dicek ternyata bukan anggota dan tidak memiliki PKB sehingga KPI sulit dan tidak bisa menyelesaikan kasus itu karena mereka tidak memiliki CBA,” kata Penasehat KPI Hanafi Rustandi, Minggu (5/6/2016).
Jaminan KPI ini, kata Hanafi, juga mendapat dukungan Federasi Pekerja Transport Internasional atau ITF (International Transport workers’ Feredaration), karena KPI merupakan satu-satunya organisasi pelaut di Indonesia yang berafiliasi dengan ITF. Bila anggota KPI menghadapi kesulitan di luar negeri akan dibantu oleh inspektur ITF atau Serikat Pekerja afiliasi ITF setempat.
“Di seluruh negara, ITF siap membantu anggotanya yang mengalami kesulitan. Sehingga pelaut anggota KPI selalu terjamin kesejahteraan dan perlindungannya,”tuturnya.
Dengan berafiliasi ke ITF, KPI diijinkan menempatkan pelaut bekerja di kapal-kapal berbendera kemudahan atau FOC (Flag of Convenience) seperti Panama, Bahama, Cyprus, Liberia, dan lainnya. Setiap pelaut anggota KPI di kapal FOC harus membuat perjanjian kerja laut secara perorangan (seafarer employment agreement) sesuai CBA standar ITF.
“Hampir semua pelaut anggota KPI bekerja di kapal-kapal FOC, tapi banyak juga yang bekerja di kapal-kapal berbendera Amerika, Italia, Belanda dan lainnya,” paparnya.
Hanafi yang juga sebagai Ketua ITF Asia Pasifik menjelaskan, bendera kemudahan adalah kapal yang menggunakan bendera kebangsaan dari suatu negara, tapi pemilik kapal berkebangsaan lain. Contoh, kapal milik warga negara Indonesia didaftarkan di Panama, maka kapal tersebut mempunyai register Panama. Jadi kapal itu menggunakan bendera kemudahan.
Namun, kata dia, penggunaan bendera kemudahan banyak efek negatif yang merugikan negara. Antara lain, pemilik kapal menghindari pajak nasional, menghindari peraturan keselamatan pelayaran, menghindari standar pelatihan dan sertifikasi untuk pelaut, serta membayar upah pelaut di bawah standar ITF.