Terkait masalah transport Hasan bercerita bahwa pihak Manajemen Lion Group melakukan beberpa perubahan secara sepihak dan tidak konsisten dengan kontrak yang sudah disepakati dengan para pilot sebagai pekerja.
Menurut Hasan, perubahan dalam sistem transportasi ini sudah berlangsung selama dua tahun dan tanpa adanya kesepakatan dengan pekerja, dalam hal ini para pilot.
Awalnya, para pilot yang disediakan kendaraan antar jemput lama-lama disediakan sarana transportasi lain seperti taksi. Selain itu, ada pula ketentuan lain seperti reimburse dan akhirnya sistem top up untuk transportasi para pilot dari kediaman ke bandara dan sebaliknya.
Menurut Hasan hal, ini tidka sesuai dengan kontrak dan tidak memenuhi standar keselamatan yang layaknya didapatkan seorang pilot. Para pilot menginginkan layanan transportasi standar yakni mobil antar jemput dengan mobil berlogo perusahaan serta supir dengan ID card dari perusahaan.
”Itu bagian dari safety,” katanya.
Puncaknya, pada 5 Mei 2016, ketika pihak manajemen Lion Air belum juga mentransfer uang transport yang seharusnya dibayarkan. Menurut Hasan, manajemen beralasan karena saat itu merupakan hari libur.
“Dalam email mereka katanya akan bayar di hari kerja berikutnya, yakni 9 Agustus,” katanya, Rabu (31/8/2016).
Namun, menurut Hasan, hingga tanggal yang disebutkan uang transport tersebut tidak juga ditransfer. Ketika akhirnya ditransfer, uang transport tersebut tidak ditransfer langsung secara penuh.
“Di top-up tapi belim complete,” katanya.
Pilot yang merasa resah kemudian mendiskusikan hal ini dengan serikat pekerja para pilot yang terbentuk pada 10 Maret 2016 lalu dengan nama Serikat Pekerja-Asosiasi Lion Group.
Manajemen, katanya, meminta serikat pekerja untuk meredam kericuhan di kalangan para pilot terkait masalah ini.