Bisnis.com, JAKARTA – Performa kebijakan pengampunan pajak tidak serta merta menjadi dasar pemberian insentif bagi pegawai pajak. Ketentuan tunjangan kinerja tetap berpatokan pada besaran realisasi penerimaan dibandingkan dengan target.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pengukuran kinerja dihitung berdasarkan target yang diberikan, yang menjadi kesepakatan pemerintah dan DPR dalam APBN.
"Enggak [ada insentif khusus]. Untuk [pegawai Ditjen] Pajak kan sudah ada guidance-nya. Jadi bukan tergantung pencapaian tax amnesty saja," katanya ketika ditemui di kawasan DPR, Senin (10/10/2016).
Seperti diketahui, target penerimaan pajak nonmigas dalam APBNP 2016 senilai Rp1.318,9 triliun. Menilik data Ditjen Pajak (DJP) realisasi penerimaan pajak nonmigas hingga akhir kuartal III/2016 mencapai Rp767,2 triliun atau tumbuh 18,47% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp647,6 triliun.
Padahal, jika mengeluarkan penerimaan uang tebusan pengampunan pajak hingga periode pertama (berdasarkan surat setoran pajak/SSP) Rp97,3 triliun, realisasi penerimaan negara yang menjadi tanggung jawab DJP hanya tumbuh sekitar 4%.
Kendati demikian, jika dibandingkan dengan target dalam APBNP 2016 senilai Rp1.318,9 triliun, realisasi itu baru mencapai 58,2%.
Dalam Perpres No. 37/2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan DJP, pencapaian target tahun berjalan menjadi basis pemberian remunerasi tahun depannya. Remunerasi 100% hanya akan diberikan jika realisasi penerimaan pajak mencapai 95% atau lebih dari target. Besaran presentase itu akan turun bertahap sesuai dengan capaian penerimaan.
Jika penerimaan hanya 90% hingga kurang dari 95%, remunerasi tahun depan hanya diberikan 90% dari yang ditetapkan dalam payung hukum tersebut. Sementara, jika penerimaan hanya 80% hingga kurang dari 90%, pegawai DJP menerima remunerasi 80%.