Bisnis.com, JAKARTA — Bank Dunia atau World Bank melaporkan bahwa sekitar 172 juta warga Indonesia atau mencakup 60,3% dari total penduduk per 2024 tergolong miskin.
Ketentuan tersebut dihitung sesuai standar ambang batas kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas, karena Indonesia telah masuk kategori upper-middle income country sejak 2023.
Per 2024, produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia telah mencapai US$4.897,7. Bank Dunia sendiri mengklasifikasikan sebuah negara sebagai negara berpendapatan menengah-atas apabila memiliki gross national income (GNI) di kisaran US$4.466—US$13.845 per kapita.
Dalam kategori tersebut, ambang batas pengeluaran sejumlah US$6,85 per hari yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP). Angka tersebut sekitar Rp115.073,15 per hari (asumsi kurs Rp16.799 per dolar AS).
Perlu digarisbawahi, bukan berarti orang dengan pengeluaran sedikit di atas Rp115.073 per hari, misalnya Rp3,46 juta per bulan, lantas menjadi orang yang tidak miskin. Paritas data beli atau purchasing power parity (PPP) adalah konsep untuk menyetarakan harga sekumpulan barang yang identik di berbagai negara, sehingga menggambarkan harga yang setara atas suatu barang di negara-negara yang berbeda. Asumsi persamaan keadaan ekonomi melalui harga itu menjadi salah satu landasan PPP sebagai acuan untuk mengukur tingkat kemiskinan.
Data Bank Dunia tersebut berbeda dengan milik Badan Pusat Statistik (BPS), yang mencatat jumlah penduduk miskin mencapai 24,06 juta orang atau setara 8,57% dari total populasi per September 2024. Dalam catatan BPS, angka tersebut menjadi yang terendah dalam sejarah Indonesia.
Baca Juga
Dia memaparkan bahwa garis kemiskinan September 2024 adalah sebesar Rp595.242 per kapita per bulan.
Artinya, cara perhitungan standar kemiskinan antara Bank Dunia dan BPS berbeda, di mana ambang batas Bank Dunia senilai Rp115.073 per kapita per hari, sedangkan ambang batas BPS sebesar Rp595.242 per kapita per bulan.
Berikut Perbandingan Jumlah Orang Miskin Indonesia berdasarkan Sejumlah Standar:
Standar | Garis Kemiskinan | Persentase | Jumlah Orang Miskin |
International poverty rate | US$2,15 | 1,3% | 3,7 juta |
Lower-middle income poverty rate | US$3,65 | 15,6% | 44,47 juta |
Upper-middle income poverty rate | US$6,85 | 60,3% | 171,9 juta |
BPS (September 2024) | Rp595.242 | 8,57% | 24,06 juta |
Adapun, saat ini pemerintah masih berkiblat pada international poverty rate—untuk mengukur kemiskinan ekstrem—dengan batasan pengeluaran US$2,15 per hari yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP).
Artinya, pengeluaran di bawah Rp36.117,85 (kurs Rp16.799 per dolar AS) per hari masuk dalam kategori miskin.
Bank Dunia memproyeksikan jumlah penduduk miskin Indonesia tersebut akan menurun sedikit demi sedikit beberapa tahun mendatang, yaitu menjadi 58,7% pada 2025, 57,2% pada 2026, dan 55,5% pada 2027.
Sebelumnya, Bank Dunia pernah menyinggung Indonesia yang masih menggunakan garis kemiskinan yang rendah dan mendorong pemerintah untuk menggunakan ambang batas US$3,65 PPP atau setara dengan kategori lower middle-income country.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan kala itu jika garis kemiskinan dinaikkan, otomatis 40% masyarakat Indonesia tergolong miskin.
“Kalau Indonesia dapat mengentaskan kemiskinan ekstrem menjadi 0%, gunakan US$3. Jika kami menggunakan US$3, sebanyak 40% masyarakat Indonesia mendadak miskin,” ujarnya dalam dalam World Bank's Indonesia Poverty Assessment–Pathways Towards Economic Security di Jakarta, Selasa (9/5/2023).