Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha farmasi meminta Kementerian Kesehatan segera menyusun rencana aksi turunan dari Inpres No.6/2016, salah satunya agar arah pengembangan industri bahan baku obat lebih jelas.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) Darojatun Sanusi mengharapkan pemerintah untuk segera menyusun aturan turunan dari Inpres No.6 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, terutama untuk substitusi impor bahan baku farmasi.
“Harus disiapkan segera rencana aksi. Kami inginnya GP Farmasi diikutsertakan, misal dibentuk semacam pokja. Sekarang sudah hampir enam bulan, kami harapkan awal tahun sudah ada arah yang lebih jelas,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (23/11).
Saat ini sudah ada sekitar enam sampai tujuh investor lokal yang sedang mencari perusahaan asing yang bisa diajak membuat perusahaan patungan atau melakukan transfer teknologi.
“Titik awal terpentingnya bagaimana menyusun kebijakan supaya produksi dalam negeri dipakai setidaknya untuk keperluan pemerintah. Kalau tidak ada jaminan, mana ada investor yang masuk,” katanya.
Untuk menarik investor, lanjutnya, pemerintah perlu memberikan insentif berupa bebas pajak bagi perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan.
Dia mengatakan ketika produk dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan lokal, maka sisa produksi dapat diekspor terutama ke pasar Asean yang mengutamakan regional content.
“Mengenai peta jalan, harus ada kebijakan secara formal, kemudian insentif biaya riset karena riset diperlukan untuk awal pengembangan,” tuturnya.
Adapun investor tersebut bakal memproduksi obat dengan nilai tambah tinggi, misal obat kanker.
“Kimia Farma juga bikin garam farmasi itu juga bagus dan sudah mulai dipakai oleh industri dalam negeri,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengatakan belum ada implementasi dari inpres tersebut hingga saat ini. Inpres tersbut ditujukan bagi kurang lebih sembilan kementerian, tiga badan, dan satu lembaga, maka menurutnya perlu ada sinergitas antar pihak.
Namun, dia menilai implementasi instruksi tersebut masih berjalan sendiri-sendiri.
"Tadi saya tanya, [Inpres No.6/2016] masih berjalan sektoral. Jadi belum terintegrasi. Dan siapa leading sektornya ini belum jelas. Apakah BKPM, Kementerian Perindustrian atau Kementerian Kesehatan. Tadi Menteri Koordinator Perekonomian bilang dorong saja Kementerian Kesehatan jadi leading sektor dan agar dibuat SK-nya," ujarnya.