Bisnis.com, JAKARTA - Nusa Tenggara Timur memiliki potensi untuk memproduksi garam industri yang berkualitas sama dengan pabrikan Australia.
Beberapa daerah di NTT yang memiliki potensi menjadi kawasan pegaraman modern seperti Sabu Raijua, Nagakeo, Ende, dan Waingapu.
"BPPT dengan dukungan PT Garam mencoba membangun pilot project pabrik garam industri di kawasan lahan pegaraman terintegrasi di Bipolo, Kupang, NTT," kata Unggul Priyanto, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam Acara Penandatanganan Kesepakatan Bersama BPPT dengan PT Garam, Senin (20/11/2017).
Diperkirakan lahan yang berpotensial menjadi lahan garam di NTT seluas 15.000 hektare. Dengan pembangunan lahan pegaraman secara modern maka potensi produksi garam industri dari NTT bisa mencapai 1,5 juta ton per tahun.
Garam merupakan komoditas strategis karena banyak diperlukan sebagai bahan baku di berbagai industri kimia terutama untuk memproduksi gas klor, asam klorida, natrium hidroksida, natrium sulfat, natrium karbonat, dan natrium bikarbonat. Garam memiliki peran vital karena digunakan untuk beberapa sektor industri seperti makanan dan minuman, farmasi, kimia, kertas, gelas, tekstil, pengeboran minyak dan lain-lain.
Permasalahan utama dari komoditas garam ini adalah industri dalam negeri belum bisa memproduksi sesuai dengan kebutuhan nasional. Adapun Indonesia tercatat harus impor garam dari Australia sekitar 1,8 juta ton per tahun untuk memenuhi permintaan industri. Dengan demikian, pembangunan pabrik garam untuk kebutuhan industri ini diharapkan mampu untuk mengurangi ketergantungan impor, bahkan diharapkan bisa ke depan bisa untuk meningkatkan kapasitas garam nasional untuk demand Tanah Air.