Bisnis.com, JAKARTA - Center of Reform on Economics (CORE) memandang target pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,4% yang dipasang Fitch Rating terlalu optimistis.
Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan jika ekonomi indonesia hanya dilihat dari sisi kebijakan moneter, akan terlihat sangat baik.
"Inflasi kita rendah, cadangan devisa kita tinggi, ranking ease of doing business (EODB) kita meningkat, kalau dilihat dari situ memang baik," katanya kepada Bisnis.com, Jumat (22/12)
Menurut catatan Bisnis.com, hingga inflasi hingga akhir november 2,87%, dan terjadi peningkatan 0,4% di minggu ke-2 Desember.
Cadangan devisa Indonesia tercatat masih cukup tinggi dan dapat membiayai import untuk 8 bulan.
Bank Dunia menaikkan peringakat EODB Indonesia dari 91 ke 72.
Namun, menurut Faisal, dari sisi fiskal sangat berbeda. APBN 2018 kali ini diatur lebih realistis.
"Menteri Keuangan menargetkan shortfall 2018 sekitar 90%, targetnya dibuat lebih rendah," katanya. "Ini targetnya menurun dari tahun sebelumnya, ini bukan pertanda yang baik," tambahnya.
Menurut Direktur CORE ini, potensi penerimaan pajak sudah sangat jelas akan segitu-segitu saja. Disisi yang lain ekonomi Indonesia sedang mengahadapi penurunan konsumsi rumah tangga, banyaknya ritel yang tutup, dan banyaknya manufaktur tutup.
Dengan keadaan yang seperti ini, lanjutnya, Indonesia hanya memiliki dua kemungkinan atau menambah utang luar negeri.
"Tahun ini utang tambah bunganya itu sekitar Rp 600 triliun, lebih tinggi dibandingvtahun sebelumnya. Resikonya tahun depan akan besar," jelasnya.
Faisal mengatakan dengan pertumbuhan pajak setiap tahunnya yang hanya 4%, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 5,4% akan sangat sulit.
"Paling realistis Indonesia itu 5,2%, kalau pertumbuhan pajaknya 20% baru bisa," tutupnya.