Bisnis.com, JAKARTA- Yongky Susilo, Staf Ahli Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengharapkan pertumbuhan penjualan di minimarket dan toko tradisional yang menjual FMCG bisa lebih terpacu omzetnya pada tahun ini untuk mencapai target nasional, mengngat pertumbuhan transaksi penjualan hipermarket dan supermarket tengah tertekan.
Data Nielsen menyebutkan pertumbuhan omzet minus 3,4% untuk format supermarket dan hipermarket pada 2017 dibandingkan 2016. Sementara minimarket pada tahun lalu pertumbuhan omzetnya sebesar 6,4%.
“Minimarket biasanya tumbuh di atas 20% [per tahun], jika omzet nasional naik 10%-11%/ tahun. Sedangkan supermarket dan hipermarket [pada kondisi itu omzetnya tumbuh] 9%-10%,” kata Yongky.
Dia mengemukakan pertumbuhan omzet supermarket dan hipermarket yang minus pada tahun lalu, karena ada kecenderungan konsumen membeli produk yang lebuh murah dan memilih gerai yang luasannya lebih kecil, seperti minimarket.
“[Terjadi] trading down brand dan format. Beli produk yang lebih murah, juga [memilih berbelanja di] toko yang lebih kecil [untuk] menghindar dari over spending. Ke toko besar boros belanja,” kata Yongky.
Dia mengemukakan minusnya pertumbuhan omzet supermarket dan hipermarket terjadi sejak 2015-2017.
Diperkirakan butuh waktu dua tahun untuk bisa membuat perumbuhan omzet gerai hipermarket menjadi positif.
“Yang penting recovery minimarket dan tradisional yang lebih tinggil,” kata Yongky. (Linda T. Silitonga)