Bisnis.com, JAKARTA -- Para pelaku bisnis carter helikopter (rotary-wing aircraft) berharap pemerintah segera menyelesaikan regulasi terbang malam berbasis instrumen yang dikombinasikan dengan visual.
Ketua Bidang Penerbangan Tidak Berjadwal Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan maskapai carter helikopter dinilai membutuhkan regulasi khusus terbang malam yang menggunakan aturan penerbangan visual (Visual Flight Rule/VFR).
Saat ini, regulasi penerbangan helikopter di Indonesia masih berbasis pada instrumen (Instrument Flight Rule/IFR).
"Kami mencoba membicarakan dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar bisa mengkombinasikan IFR dengan VFR. Itu bisa meningkatkan aspek keselamatan penerbangan helikopter," ujarnya usai menghadiri Indonesia Business Aviation & Charter Aviation Summit, Rabu (29/8/2018).
Denon menambahkan langkah tersebut mampu mengakomodasi kepentingan maskapai agar tetap bisa melakukan kontrol melalui visual tanpa bertentangan dengan regulasi berbasis instrumen atau rute.
Pihaknya menjelaskan Kemenhub bersama dengan AirNav Indonesia akan melakukan uji coba terbang menggunakan VFR. Uji coba akan dilakukan di sepuluh rute sekitar Jakarta, seperti Jakarta--Bandung, Jakarta--Bogor, maupun Jakarta--Cengkareng.
Uji coba pertama diperkirakan dapat dilakukan pada kuartal I/2019 setelah rute terkait mendapatkan sertifikasi dari AirNav Indonesia dan Kemenhub. Nantinya, keberhasilan uji coba tersebut bisa diaplikasikan pada rute lain.
Sejumlah persiapan yang harus dilakukan sebelum uji coba tersebut adalah pilot harus sesuai dengan basis visual dan instrumen, sertifikasi helipad, hingga penyediaan lampu tanda pada gedung-gedung pencakar langit di sepanjang rute.
Saat ini, di Jakarta sudah terdapat 200 helipad yang tersertifikasi. Jumlah ini meroket dari tiga tahun lalu yang hanya 20 landasan.
INACA mengakui permintaan penerbangan carter dalam negeri masih didominasi di wilayah Papua untuk kepentingan sektor minyak dan gas. Sebagai perbandingan, penerbangan carter di Papua bisa mencapai lebih dari 100 jam per bulan, sedangkan di sekitar Jakarta hanya 60 jam per bulan.
"Peran pemerintah sangat dibutuhkan bagi pemain bisnis carter. Dalam beberapa tahun ini, Kemenhub telah menstimulasi bisnis ini," tambah Denon.