Bisnis.com, JAKARTA - Malaysia berencana untuk menghentikan ekspansi perkebunan kelapa sawit pada tahun ini dengan membatasi area menjadi 6 juta hektare. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan reputasi sawit sebagai pendorong deforestasi.
Menteri Industri Primer Malaysia, Teres Kok mengatakan batas atas area sawit masih memberikan kelonggaran bagi petani yang berniat menanam sawit karena tahun lalu luas area tanam sawit di Malaysia mencapai 5,85 juta hektare.
Proposal pembatasan area tanam sawit akan diajukan ke kabinet dan dibahas pada bulan ini. Komitmen dan kerja sama dari pemerintah negara bagian amat diperlukan karena sejumlah kewenangan soal pertanahan berada di bawah yurisdiksi negara bagian.Kok menyebut, pembatasan area tanam membuat Malaysia akan fokus untuk meningkatkan produktivitas dari pohon kelapa sawit yang ada.
Langkah Malaysia membatasi area tanam sawit dilakuakn sejalan dengan perjuangan para produsen minyak kelapa sawit (CPO) terhadap sentimen antisawit dan tuduhan tanaman tersebut menghancurkan hutan hujan tropis. Sentimen antisawit sudah ada sejak beberapa dekade lalu dan makin memburuk saat petani di Indonesia dan Malaysia - dua negara penghasil CPO terbesar di dunia - mempelruas area kebun.
"Sekarang kami menggapi banya tuduhan dan meluruskannya," ujar Kok seperti dilansir dari Bloomberg, Sabtu (2/3/2019).
Sebagaimana diketahui, Komisi Uni Eropa bulan lalu mengusulkan draft regulasi yang menggolongkan sawit dari perkebunan besar sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan. Uni Eropa juga menyatankan agar sawit dicoret dari target biofuel.
Malaysia menyebut rancangan undang-undang itu sangat diskriminatif. Negeri Jiran ini bersiap untuk bertempur hingga titik darah penghabisan karena ada risiko bahwa parlemen Uni Eropa akan sepenuhnya melarang CPO.
Sementara itu, para produsen papan atas yang tergabung dalam Dewan Penghasil Minyak Sawit Dunia akan menentang RUU ini melalui konsultasi biateral serta melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Asean.
Kok menegaskan serangkaian kebijakan diskriminatif tentang sawit yang diambil oleh Uni Eropa tidak adil. "Saya pikir di seluruh dinia bisa melihat itu. Merek hanya menggunakan isu lingkungan sebagai lelucon untuk mendiskriminasi minyak sawit," tukasnya.