Bisnis.com, JAKARTA - Wacana Kementerian Perhubungan terkait transportasi massal O-Bahn, bus yang dibuatkan lajur dan rel tersendiri, disebut harus tetap menjadi wacana hingga lima tahun ke depan.
Pengamat Transportasi Unika Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menentang penerapan teknologi ini di Indonesia dalam waktu dekat.
"Janganlah lakukan ini di Indonesia sekarang. Tatalah angkutan umum berbasis bus yang mudah, murah dan efektif," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (24/6/2019).
Dia menilai, pemerintah sampai saat ini masih belum paham makna membuat angkutan umum mudah, murah dan efektif tersebut.
Dia meyakini, wacana O-Bahn ini tidak dapat terwujud dan kalaupun terwujud pasti dapat menimbulkan masalah. Belum lagi biayanya yang pasti mahal.
"Teknologi yang tidak murah, masih asing di Indonesia, butuh waktu menyiapkan prasarana pendukung dan mempelajari teknologinya. Untuk lima tahun ke depan cukup sebagai wacana saja," tegasnya.
Dia menegaskan, pekerjaan rumah pemerintah adalah membuat transportasi umum yang murah dan mudah diselenggarakan, mengingat terbatas keuangan negara dan luasnya wilayah yang harus dilayani.
"Wacana Kemenhub untuk mengoperasikan O-Bahn sebagai transportasi umum untuk mengatasi kemacetan di beberapa kota di Indonesia dengan konsep smart city lebih baik diabaikan saja, karena keterbatasan keuangan negara dan kemampuan fiskal daerah menjadi pertimbangannya," ujarnya.
Selain pertimbangan biaya yang tidak sedikit, belum tentu pemerintah daerah mau menerima konsep tersebut. Apalagi regulasi untuk menerapkannya juga belum ada.
"Carilah yang mudah dan murah, tapi jangkauan layanannya luas dengan subsidinya juga rendah, sehingga banyak wilayah akan terlayani," jelasnya.