Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) menyambut baik langkah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang akan mengkaji permintaan petani untuk mencabut pungutan ekspor CPO.
"Kebijakan Kemenko Bidang Kemaritiman itu merupakan hasil dari pertemuan pada hari Selasa (25/6)," kata Sekretaris Jenderal APPKSI Arifin Nur Cahyono di Jakarta, Kamis.
Arifin menjelaskan, kedatangan APPKSI ke kantor Kemenko Maritim diterima oleh Sekretaris Menko Kemaritiman.
Dalam pertemuan tersebut, APPKSI meminta pemerintah untuk penghapuskan pungutan ekspor CPO. Saat ini pungutan tersebut tengah dihentikan sementara namun rencananya akan kembali diberlaku pada 1 Juli mendatang.
"Kami diterima oleh sekretarisnya Pak Luhut. Kami sampaikan bahwa kami menolak perberlakuan kembali pungutan itu. Kalau bisa dihapus saja," ujar dia di Jakarta.
Arifin menyatakan, alasan petani kelapa sawit menolak diberlakukan kembali pungutan tersebut karena berpotensi membuat harga kelapa sawit di tingkat petani anjlok.
Baca Juga
"Alasannya karena jatuhnya harga TBS sawit. Ini yang merasakan ini para petani plasma. Pungutan ini juga tidak ada gunanya juga untuk petani plasma. Ini tidak sesuai dengan UU perkebunan dan rawan penyelewengan," jelas dia.
Padahal, lanjut Arifin, saat ini harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sudah mulai merangkak naik. Meski kenaikan tersebut masih belum memenuhi harapan petani.
"Sekarang masih merangkak naik, belum stabil. Petani plasma belum sepenuhnya merasakan kenaikan. Jadi kalau itu diberlakukan maka akan menekan harga lagi," ungkap dia.
Menurut Arifin, pihak Kemenko Kemaritiman telah berjanji untuk mempelajari lebih jauh mengenai tuntutan para petani ini. Bahkan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan berjanji untuk kembali memanggil para petani guna membahas masalah ini.
"Pak Luhut berjanji akan perhatian masalah petani ini. Karena dari awal beliau concern sekali," kata Arifin.
Arifin juga menambahkan, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan berjanji untuk kembali memanggil petani dan akan membuka mediasi.
"Tapi beliau harus mempelajari dulu masalahnya. Sejauh ini kami menunggu untuk diundang lagi," tutup Arifin.