Menurutnya, sebelum ada kasus pemadaman listrik, industri sudah direpotkan dengan persoalan upah dan harga bahan baku yang terus naik. “Sudah banyak industri yang relokasi ke luar Jawa Barat,” ujarnya.
Industri yang babak belur akibat pemadaman tentu saja, pertekstilan. Sekretaris Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Kevin Hartanto menuding, PLN tidak profesional atas kejadian pemadaman tersebut.
“Sangat menunjukan PLN tidak profesional. Kalau sampai ada gangguan dari pembangkit listrik, PLN harusnya sudah bisa mengantisipasi,” katanya, kepada Bisnis.
Menurutnya, urusan suplai energi yang putus total ke industri tekstil terutama di wilayah Bandung Raya membuat keseimbangan produksi seluruh lini terganggu.
Industri tekstil mulai dari lini benang, serat, pencelupan dan kain yang beroperasi 24 jam mengalami kerugian besar. “Dari upah, bahan baku, sampai kerusakan komponen mesin,” tuturnya.
Meski listrik sudah menyala, produksi belum sepenuhnya normal karena pengusaha masih diliputi ketidakpastian. Pemadaman bergilir yang dilakukan PLN, menurutnya, membuat jadwal pekerja menjadi tidak pasti.
“Mending kalau sesuai jadwal. Info jam 10.00—01.00 siang padam, tiba-tiba enggak jadi, sudah kagok karyawan diliburkan. Begitu masuk, tahunya pemadaman bergilir jadi. Ini jadi serba tidak pasti,” tuturnya.
Kevin mencatat, kebutuhan satu pabrik untuk biaya listrik per bulan bisa mencapai miliaran. Tekstil skala besar bahkan bisa menghabiskan biaya hingga puluhan miliar rupiah.
“Keseimbangan industri pasti terganggu, bukan hanya dihitung selama padam, melainkan saat nyala kembali, mesin tekstil enggak bisa langsung jalan. Ini rumit, banyak komponen rentan. Kemarin itu ekstrem sampai blackout. Ini aib buat PLN,” tuturnya.
Baik Apindo maupun API sepakat, iktikad baik PLN harus ditunjukkan dengan memberikan kompensasi yang sepadan pada industri. PLN sendiri dalam keterangan resminya memastikan bahwa kompensasi akan diberikan sebesar 35% dari biaya beban atau rekening minimum untuk konsumen golongan tarif adjustment.
Juga, sebesar 20% dari biaya beban atau rekening minimum untuk konsumen pada golongan tarif yang tidak dikenakan penyesesuaian tarif tenaga listrik (nonadjustment).
Penerapan ini diberlakukan untuk rekening pada bulan berikutnya. Khusus untuk prabayar, pengurangan tagihan disetarakan dengan pengurangan tagihan untuk tarif listrik reguler. Pemberian kompensasi akan diberikan pada saat pelanggan membeli token berikutnya (prabayar).
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sepakat dengan komitmen PLN yang akan memberikan kompensasi pada pelanggan terkait dengan kejadian mati listrik.
Dia menilai, keluhan masyarakat akan kasus mati listrik yang terjadi sejak Minggu (4/8/2019) sudah dijawab PLN dengan rencana kompensasi. “Sudah, saya baca kan PLN sudah akan memberikan kompensasi,” katanya.
Skema kompensasi dengan tidak akan melakukan penagihan atau diskon, menurutnya, bisa diterima. Mengingat kerugian yang terjadi akibat mati listrik sangat besar. “Karena kalau dirupiahkan betapa luar biasa sekali, kerugian materil yang dirasakan oleh masyarakat,” ujarnya.