Bisnis.com, JAKARTA – Implementasi kebijakan harga gas industri pada kisaran US$6 per MMBtu dinilai perlu ditunda mengingat adanya potensi pengurangan penerimaan negara yang sebetulnya dibutuhkan untuk penangangan virus corona atau Covid-19.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi mengatakan penurunan harga gas ini menyebabkan pemerintah harus melepaskan penerimaan negara dari sektor hulu sebesar US$2,2 per MMBtu. Alhasil, itu akan menurunkan penerimaan negara.
Kendati terdapat tambahan penerimaan pajak dan deviden, serta penghematan subdisi, dia menilai jumlahnya masih lebih kecil dari pengurangan pendapatan pemerintah dari hulu migas.
"Saat ini baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sedang sangat butuh dana untuk berbagai program penanganan Covid-19. Sebaiknya penurunan harga gas ini ditunda dulu karena sesungguhnya lebih besar biayanya daripada manfaatnya," katanya dalam keterangan resminya, Jumat (3/4/2020).
Pepres No. 40/2016 mengatur bahwa Penetapan harga gas sebesar $6 per MMbtu diperuntukkan untuk tujuh industri strategis, yaitu industri pupuk, industri petrokimia, industri oleokimia, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet.
Menurut Fahmy, kebijakan ini seharusnya tidak diperluas lagi dengan memasukkan PLN di dalamnya. "Subsidi kelistrikan lebih bagus diberikan langsung kepada masyarakat, bukan kepada PLN," ujarnya.
Baca Juga
Fahmy menilai, subsidi kepada PLN seharusnya lebih baik dicabut agar dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih efisien. Selain itu, kompensasi yang diberikan kepada PLN sudah cukup melalui kebijakan marjin 7 persen yang selama ini sudah diperhitungkan di dalam tarif.
Fahmy juga mengatakan secara umum insentif harga gas untuk industri yang tertuang dalam Perpres No 40/2016 harus terus dievaluasi.
“Kalau ternyata tidak memberikan kontribusi signifikan, maka penetapan harga gas industri sebesar US$ 6 per MMbtu sebaiknya dibatalkan saja. Pasalnya, kebijakan pemerintah itu lebih besar biaya yang harus ditanggung ketimbang benefit yang diperoleh,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan kebijakan penurunan harga gas ini akan langsung mengakibatkan turunnya penerimaan negara dari sektor hulu migas.
Di sisi lain, pemerintah sedang membutuhkan suntikan dana untuk menangani pandemic Covid-19. “Kalau bagian negara dari penjualan gas dipangkas, maka bagaimana kebutuhan ini akan ditutupi?" jelasnya.
Selain itu, dampak lain penurunan harga gas industri tersebut dinilai akan berdampak terhadap investasi di sektor hulu migas di Indonesia. Menurutnya, penurunan harga gas ini akan menurunkan minat investor untuk masuk ke sektor hulu migas di Indonesia.
Sugeng mengatakan, dengan adanya hal tersebut, semakin menunurunkan minat investasi, terlebih pada saat rendahnya harga minyak dunia. “Harga minyak sedang turun, tanpa kebijakan apapun, realitas ini sudah memberikan sinyal negatif buat investor,” jelasnya.