Bisnis.com, JAKARTA – Pemulihan ekonomi Indonesia diproyeksikan lebih lambat dibandingkan perkiraan pemerintah.
Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri menyebutkan berdasarkan perhitungan yang dirinya lakukan, ekonomi Indonesia tidak membentuk pola V yang diyakini banyak pihak pada tahun depan. Akan tetapi berbetuk seperti logo Nike, yang membentuk sudut lebih lebar.
“kita tidak bisa mengejar [pertumbuhan ekonomi] 5,7 persen [seperti asumsi optimis] tapi tapi 3,8 persen. Ini lebih flat, kita harus lebih siap dengan pola pertumbuhan lebih rendah,” kata Faisal dalam kanal Youtube yang disiarkan Cokro TV, dan dibagikan melalui Linkedin, Minggu (28/6/2020).
Menenurut Faisal, pertumbuhan ekonomi lebih rendah disebabkan, kinerja ekonomi hingga Juni 2020 sangat terpukul. Sejumlah sektor walau secara kumulatif tumbuh, namun jika diturunkan lebih dalam mengalami tekanan besar.
“Dari 14 sektor manufaktur, delapan diantaranya kontransi (minus),” kata Faisal.
Untuk memulihkan ekonomi, Faisal mengharapkan memberikan dukungan kepada sektor terdampak. Terutama kepada petani tanaman pangan, transportasi serta sektor manfaktur yang sudah minus.
Baca Juga
“Namun realitasnya, anggaran fokus ke pertanahan, anggarannya hanya kurang [dipangkas] Rp9 triliun dan tahun depan naik lagi,” katanya.
Padahal, kata Faisal, seluruh kementerian lembaga telah menurunkan anggaran dengan jumlah besar. Hanya Kementerian Pertahan yang dipimpin Prabowo Subianto yang anggaran masih di atas Rp100 triliun.
Selain itu, ia menyebutkan dibutuhkan upaya menyelesaikan persoalan boros sumber daya agar produk di dalam negeri memiliki daya saing. Saat ini Indonesia menghabiskan sumber daya yang lebih besar untuk setiap produk yang dihasilkan.
“Untuk 1 kg beras, untuk 1 sepeda motor yang dihasilkan, kita butuh 6,5 unit, padahal sebelumnya 4-4,5 saja,” katanya.
Untuk fokus ketiga, Faisal mengharapkan pemerintah membantu percepatan pemulihan usaha mikro kecil dan menengah. Termasuk memberi pelatihan baru seperti yang diusung dalam semangat Kartu Prakerja. Faisal menyebutkan keterampilan baru bagi UMKM ini penting karena dunia sudah tidak sama lagi. Banyak usaha lama yang menjadi kurang relevan saat ini.
“Semoga banyak entrepreneur dan pelaku startup bisa menciptakan bisnis baru yang tidak terlihat generasi sebelumnya,” katanya.