Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) menyatakan pabrikan telah mendapatkan kepastian volume yang akan didapatkan dengan tarif gas di level US$6 per mmBTU. Namun demikian, belum ada pembaruan kontrak antara pabrikan dengan distributor gas hingga saat ini.
Dengan kata lain, pabrikan petrokimia masih berisiko membayarkan biaya gas Juni 2020 yang akan jatuh tempo pada medio Juli 2020 dengan tarif lama atau sekitar US$9-US$10 per MMBTU. Selain itu, industriawan menilai pembaruan volume yang ditetapkan berpotensi menjadi masalah baru.
"Jadi, [pemakaian] maksimum dan minimum disesuaikan. Kalau nanti pakai lebih dari kontrak, kena surcharge. [Nilai] surcharge-nya naik lumayan gede dari 120 persen menjadi 146 persen," kata Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono kepada Bisnis.com, Senin (6/7/2020).
Artinya, pabrikan akan membayar kelebihan pemakaian gas lebih tinggi dari pemakaian normal sebesar 1,46 kali lipat. Fajar menilai hal tersebut berisiko menjadi masalah baru lantaran volume pemakaian gas yang disetujui dengan harga baru hanya 50-75 persen dari yang diajukan.
Keputusan Menteri ESDM No. 89k/2020 melampirkan bahwa industri petrokimia membutuhkan gas sebesar 300,7 BBTUD hingga akhir 2020. Alhasil, industri petrokimia hanya akan menikmati tarif US$6 per mmBTU pada sekitar 150,35-225,52 BBTUD hingga akhir tahun ini.
Namun demikian, Fajar berujar 46 pabrikan penerima manfaat mendapatkan penurunan batas maksimum yang berbeda-beda. "Kami sedang mengajukan revisi volume kontrak [batas maksimum pemakaian gas] karena ada [pabrikan] yang menaikkan kapasitas [produksi tahun ini]."
Baca Juga
Adapun, industri petrokimia yang mendapatkan penurunan tarif akan mendapatkan gas dari 6 industri hilir gas yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (36 pabrik), PT Pertamina Gas (1 pabrik), PT Pertagas Niaga (1 pabrik), PT Banten Inti Gasindo (5 pabrik), PT Sadikun Niagamas Raya (2 pabrik), dan PT Inti Alsindo Energy (1 pabrik). Ke-6 industri hilir tersebut akan menyalurkan gas dari 8 industri hulu gas.
Walau implementasi penurunan tarif gas terlamba sekitar 3 bulant, Fajar menyampaikan utilitas industri hulu petrokimia masih optimum. Menurutnya, utilitas pada pabrikan hulu dan antara petrokimia memiliki utilitas sekitar 90-95 persen.
Namun demikian, lanjutnya, permintaan produk petrokimia di dalam negeri merosot hingga 40 persen. Alhasil, pabrikan hulu petrokimia yang berorientasi domestik beralih ke pasar global sejak awal kuartal II/2020 untuk meringankan beban pada gudang industri petrokimia.