Bisnis.com, JAKARTA - Pengesahan UU Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi momentum reformasi perencanaan tata ruang. Beberapa peraturan pertanahan lantas dirombak demi kemudahan investasi.
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah menyiapkan 40 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan 4 Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang merupakan aturan pelaksanaan dari UU Ciptaker.
Elen Setiadi, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian, menjelaskan bahwa penyusunan peraturan tersebut dilakukan secara terbuka dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait dan masyarakat luas.
Oleh karena itu diselenggarakan agenda penyerapan aspirasi implementasi UU Ciptaker di beberapa wilayah.
Foto: Keynote Speech Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja di Semarang, 4 Desember 2020 (Ruang South) - PSN, KEK, Perhubungan, dan Kesehatan Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi
Menurut Elen, regulasi yang mendukung pembukaan lapangan kerja dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19. Selain itu, regulasi juga dibutuhkan untuk menyerap tenaga kerja yang berlimpah menyusul bonus demografi di Indonesia.
Secara jangka panjang, Indonesia juga dihadapkan pada jebakan middle income yang perlu diantisipasi. Terlebih dengan kondisi ekonomi terbuka di Asean serta kerja sama perdagangan bebas dengan Eropa dan Australia.
Apabila tidak ada reformasi ekonomi, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan terjebak menjadi negara pasar.
“UU Cipta Kerja ingin mem-balance itu. Kita ingin lebih ke arah memberikan daya saing, paling tidak sama dengan negara kawasan Asean lainnya. Sama dengan Malaysia, bahkan lebih maju,” ujar Elen dalam acara Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Sektor Proyek Strategis Nasional, Kawasan Ekonomi Khusus, Perhubungan dan Kesehatan yang diselenggarakan di Semarang, Jumat (4/12/2020).
Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi jawaban dari berbagai permasalahan tersebut. Efek jangka pendek dari pengerjaan PSN diharapkan memberikan dampak pemulihan ekonomi di daerah.
Sementara itu efek jangka panjangnya diharapkan mampu membebaskan Indonesia dari jerat middle income dan meningkatkan Gross National Income (GNI). Namun pada praktiknya, pengerjaan PSN pun masih menyimpan hambatan.
Wahyu Utomo, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, mengatakan permasalahan perencanaan, perizinan, pendanaan, serta penyiapan lahan menjadi hambatan utama pengerjaan PSN.
“Ada 9 RPP yang siap kami presentasikan. Ini semua terkait satu sama lainnya untuk mempercepat pembangunan strategis nasional,” jelasnya.
RPP yang saling terhubung tadi berfokus kepada aspek perencanaan, penyiapan, transaksi, konstruksi, pengelolaan aset, pengadaan, penanganan dampak sosial, dan pelaporan.
Aspek-aspek tersebut dipilih berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah dilakukan Kemenko Perekonomian.
Dalam aspek perencanaan misalnya, kendala tata ruang dapat diselesaikan hanya dengan rekomendasi menteri.
Integrasi Perizinan
Wahyu menambahkan bahwa rekomendasi ini tak hanya berlaku bagi perizinan tata ruang di darat tapi juga di laut.
“Ini juga menjadi salah satu upaya kita bagaimana perizinan-perizinan ini dapat kita terbitkan sekaligus mengacu pada tata ruang yang terkoneksi antara darat dan laut,” jelasnya.
Langkah di atas menjadi salah satu terobosan yang coba dikembangkan pemerintah. Lewat One Spatial Planning Policy, integrasi tata ruang dilakukan sehingga baik ruang udara, darat, laut, dan ruang dalam bumi dapat diatur dengan baik.
Nantinya, pemerintah dapat memberikan Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai bagi ruang atas tanah ataupun ruang bawah tanah kepada perusahaan terkait.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga akan dilibatkan dalam proses pengadaan lahan. Soalnya, menurut Wahyu, pengerjaan PSN seringkali terhambat pada proses pengadaan lahan.
Dalam UU Cipta Kerja, ada perubahan substansi pada empat undang-undang, yaitu UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No.32/2014 tentang Kelautan, dan UU No.4/2011 tentang Informasi Geospasial.
Perubahan ini diharapkan mampu mendorong kemudahan berinvestasi dan mewujudkan pemanfaatan ruang yang berkelanjutan. Adapun RPP ini ditargetkan akan selesai dalam tiga bulan sejak UU Cipta Kerja disahkan.
Wahyu menjelaskan bahwa RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang juga akan mempersingkat proses penetapan Rencana Tata Ruang (RTR).
PP No.15/2020 yang berlaku mengalokasikan waktu 36 bulan untuk pengurusan RTR. Adapun RPP yang baru ini akan memangkas waktu tersebut. Pengurusan RDTR akan diselesaikan paling lambat dalam 12 bulan.
Sementara Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), RTRW, dan RTR Kawasan Strategis Nasional akan ditetapkan dalam waktu 18 bulan sejak diajukan.
Penyederhanaan RTR juga dilakukan dengan menghapus RTR Kawasan Strategis di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari tumpang tindihnya produk kebijakan antar RTR.
Sementara itu, substansi RTR Kawasan Strategis akan diintegrasikan ke dalam RTRW di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan oleh Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, atau Peraturan Presiden.