Bisnis.com, JAKARTA – Perdagangan RI pada kuartal I 2021 menunjukkan kinerja yang positif di tengah membaiknya permintaan global.
Pemerintah menyebutkan hal ini tidak lepas dari keberhasilan Indonesia memanfaatkan peluang saat krisis, seperti pergerakan harga komoditas dan pulihnya permintaan.
Surplus perdagangan pada kuartal I sebesar US$5,52 miliar menjadi surplus kuartal I terbesar RI sejak 2011.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan surplus tidak lepas dari sumbangan ekspor semua sektor, terutama ekspor nonmigas yang masing-masing tumbuh 14,62 persen untuk pertanian, 18,06 persen pada produk industri pengolahan, dan 12,10 persen untuk pertambangan.
“Peningkatan ekspor pada berbagai sektor tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan demand dan juga dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas internasional,” kata Oke kepada Bisnis, Sabtu (17/4/2021).
Oke menyebutkan nilai ekspor nonmigas yang naik signifikan, khususnya pada Maret 2021, menunjukkan Indonesia dapat memanfaatkan peluang ekspor dari naiknya harga komoditas selama pandemi 2020 dan 2021.
Baca Juga
Meski demikian, dia tidak memungkiri bahwa Indonesia perlu memanfaatkan ekspor pada produk yang permintaannya tetap terjaga meski krisis masih berlangsung.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Perdagangan, terdapat sejumlah produk olahan yang ekspornya tetap tumbuh positif selama pandemi terlepas dari kondisi harga komoditas global.
Selama Mei 2020 sampai Maret 2021, produk-produk olahan makanan untuk konsumsi seperti buah-buahan (HS 08), kopi, teh, dan rempah (HS 21) tercatat masih tumbuh.
“Sementara produk manufaktur yang masih tumbuh permintaannya adalah mesin dan peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin dan peralatan mekanik, alas kaki, berbagai produk kimia, dan bahan kimia organik,” paparnya.
Nilai ekspor Indonesia selama Januari sampai Maret 2021 mencapai US$48,90 miliar atau meningkat 17,11 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ekspor nonmigas pada Januari–Maret 2021 naik sebesar 17,14 persen, begitu juga dengan ekspor migas mengalami peningkatan sebesar 16,52 persen.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjelaskan kinerja positif perdagangan pada 2011 lebih banyak ditopang oleh produk mentah yang menikmati kenaikan harga global akibat lonjakan permintaan (supercycle). Sementara saat ini, 10 produk ekspor terbesar dia sebut telah didominasi produk olahan industri.
“Termasuk CPO yang kita ekspor sebenarnya sudah menjadi bagian dari barang industri,” kata dia.
Struktur ekspor pada 2011 ditopang oleh sektor migas dan nonmigas. Harga minyak kala itu melampaui US$140 per barel, sementara saat ini harga minyak mentah berada di kisaran US$60 per barel. Menurutnya, kontribusi sektor migas pada rekor ekspor saat ini terbilang kecil.
“Ini menjadi titik utama kita, bahwa sekarang kita adalah penjual dan pengekspor barang industri berteknologi tinggi,” kata Lutfi.