Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri kelapa sawit hilir memproyeksi akan mendapat investasi baru sekitar Rp1,5-Rp1,8 triliun dari pembangunan pabrik Solvent Extraction Plant.
Adapun pabrik tersebut untuk mengolah spent bleached earth (SBE) yang kini resmi keluar dari daftar limbah berbahaya dan beracun (B3) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan saat ini refinery pemurnian minyak sawit di Indonesia mencapai 90 unit di 9 zona industri pengolahan minyak sawit. Oleh karena itu, diperlukan sekitar 20-25 unit Solvent Extraction Plant.
"GIMNI sudah memiliki teknologi yang bisa digunakan untuk mengolah SBE, kami juga menjamin pengembalian investasi dari pengolahan SBE ini tidak akan lama bahkan akan turut membangun perekonomian masyarakat sekitar pabriknya nanti," katanya kepada Bisnis, Jumat (23/4/2021).
Sahat menyebut SBE dapat diolah menjadi dua produk yang padat disebut DeOBE sebesar 80 persen dan cair disebut R-Oil sebesar 20 persen. Adapun R-Oil bahkan bernilai tinggi jika diserap pasar Eropa maka harganya bisa di atas CPO.
Tak hanya di Eropa, di dalam negeri SBE bisa menjadi bahan baku biodesel dan oleokimia non pangan. Sahat berharap nanti perusahaan-perusahaan yang membangun Solvent Extraction Plant dapat membentuk koperasi atau UKM dari masyaakat disekitar untuk menjadi pekerja pengolahnya.
"GIMNI yang menjamin unit pengolahan SBE bisa balik modal dalam empat tahun sekarang sudah banyak yang sudah berminat. Jadi paling tidak investasi Rp1,5-Rp1,8 triliun akan didapat sampai 2023 nanti," ujarnya.
Namun, Sahat menyebut pembangunan Solvent Extraction Plant ini dilakukan secara bertahap dan perlahan. Pasalnya, jika negara maju mengetahui Indonesia sudah berminta dalam pengolahan SBE maka mereka akan menawarkan berbagai teknologi dan menjadikan pembangunan pabrik ini lebih mahal.