Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif PPh Sunset Policy Dihitung Ulang

Efektivitas Sunset Policy terhadap penerimaan pajak memang tergantung pada besaran tarif yang ditentukan. Jika tarif rendah maka peminat program ini besar sehingga bakal menambah kantong negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers mengenai penanganan dampak Covid-19 di Jakarta, Jumat (13/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers mengenai penanganan dampak Covid-19 di Jakarta, Jumat (13/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diketahui tengah menghitung ulang skema tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang ideal atas harta yang diungkapkan oleh wajib pajak dalam program Sunset Policy.

Perhitungan kembali ini dilakukan setelah mayoritas fraksi di DPR menolak usulan pemerintah yang tertuang di dalam RUU tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Sunset Policy adalah program sukarela yang menyasar dua kelompok wajib pajak. Pertama, peserta Tax Amnesty 2016 yang belum sepenuhnya mengungkap atau melaporkan harta yang dimiliki per 31 Desember 2015 saat program tersebut berlangsung.

Kedua, wajib pajak orang pribadi yang memperoleh aset selama 2016—2019 yang masih dimiliki sampai dengan 31 Desember 2019 namun belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) 2019.

Mengacu pada dokumen RUU KUP, tarif dalam Sunset Policy yang diusulkan pemerintah tersebut di kisaran 12,5 persen — 30 persen. Adapun tarif yang diusulkan oleh mayoritas fraksi di DPR adalah 3,5 persen — 20 persen.

Kalangan legislator menilai, jika tarif yang dikenakan cukup tinggi maka akan mengurangi minat dari wajib pajak untuk mengikuti program tersebut.

Atas dasar inilah kemudian otoritas fiskal melakukan pembahasan secara intensif untuk menemukan formula yang tepat sehingga tidak membebani wajib pajak dan tetap menjaga prospek penerimaan negara.

Akan tetapi saat dihubungi Bisnis, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari tidak bersedia memberikan tanggapan lebih dalam.

“Tim pemerintah dan DPR sedang maraton membahas, kami menghormati tim ini untuk membahas hingga tuntas dulu,” kata dia kepada Bisnis, Selasa (28/9).

Adapun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan tarif yang diusulkan dalam RUU KUP sudah cukup rendah.

Menurutnya, dengan besaran tarif yang diusulkan tersebut minat wajib pajak untuk mengikuti program untuk mendorong kepatuhan ini akan meningkat.

Efektivitas Sunset Policy terhadap penerimaan pajak memang tergantung pada besaran tarif yang ditentukan. Jika tarif rendah maka peminat program ini besar sehingga bakal menambah kantong negara.

Dengan demikian, potensi pajak yang bakal dipungut oleh pemerintah melalui program ini sangat besar. Berdasarkan Naskah Akademik RUU KUP, potensi penerimaan pajak yang bisa dikantongi dalam Sunset Policy mencapai Rp67,6 triliun.

Estimasi tersebut didapatkan berdasarkan selisih jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 dengan jumlah harta berdasarkan data dari pertukaran informasi otomatis atau Automatic Exchange of Information, dikalikan dengan tarif efektif pajak sebesar 15 persen dari jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019.

Wakil Ketua Umum Adapun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bobby Gafur Umar mengatakan pemerintah hendaknya merancang mekanisme tertentu yang lebih memudahkan pengusaha mengingat situasi ekonomi belum stabil.

“Katakanlah nanti bisa bertahap, ada pembayaran di depan, kalau menjadi 10 persen, cicilan 3 tahun dan sebagainya,” harap Bobby.

Menurutnya, penyederhanaan mekanisme pembayaran ini memudahkan pelaku usaha sehingga bisa mendorong partisipasi yang tinggi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper