Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta tetap menjaga iklim investasi sektor energi di tengah komitmen Indonesia menekan emisi karbon.
Anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yudha mengatakan bahwa pemerintah harus tetap meningkatkan investasi bagi sektor energi secara keseluruhan, baik fosil maupun nonfosil. Namun, komitmen menekan emisi karbon yang diatur dalam UU No. 16/2016 menjadi tantangan tersendiri.
“Tapi di sisi lain kita lihat bahwa iklim investasi di sektor energi baik fosil maupun nonfosil juga harus dijaga. Maka kita dalam hal ini pada posisi yang tidak mudah bagi negara untuk mundur ke belakang,” katanya akhir pekan lalu.
Indonesia dihadapkan pada dilema dalam penurunan emisi karbon. Satu sisi, selama ini energi fosil menjadi penopang ketahanan energi nasional dan menerima pajak hingga royalti. Di sisi lain, energi terbarukan belum dapat diterapkan secara penuh akibat sejumlah tantangan.
Menurut Satya adalah perusahaan pengguna bahan baku fosil harus mampu menurunkan emisi karbon. Salah satunya seperti penerapan co-firing pada PLTU, proses penambahan biomassa pada pembangkit untuk mengurangi emisi.
Di tengah upaya itu, pemerintah berencana untuk menerapkan pengenaan tarif pajak karbon hingga Rp75 per kg. Menurut Satya, pengenaan pajak ini menjadi disinsentif bagi pengembangan fosil.
Baca Juga
Dia mengakui sejumlah negara melakukan perubahan yang cukup radikal dengan menghentikan pengoperasian PLTU pada 2030, salah satunya Prancis. Keberanian itu ditopang oleh kondisi bahwa Prancis bukan penghasil batu bara.
“Di Indonesia kita masih melihat kalau batu bara masih mempunyai peranan dalam jangka waktu sekarang ini. Ya selama EBT belum bisa berkembang, dia hanya bisa mensubtitusi, ya dalam energi bersih ke depan, mereka [energi fosil] harus bersih mengurangi emisi karbonnya,” ujarnya.