Hera mengatakan tarif yang ada sekarang ini sama sekali tidak memberikan dampak baik bagi kurir. Bahkan, lanjutnya, kurir tidak bisa menabung karena upah yang diterima habis untuk kebutuhan sehari-hari.
"Pendapatan kami tiap hari selalu habis, tidak ada sisa untuk bisa ditabung. Kami [para kurir] yang di bawah ini mengais-ngais untuk hidup," terangnya.
Sementara itu, pendamping para kurir dan Direktur Eksekutif Emancipate Indonesia Margianta Surahman menyebut upah yang diterima oleh teman-teman kurir jasa dan makanan ditentukan oleh pasar atau pelaku bisnis seenaknya.
Dia menilai semua perusahaan berlomba-lomba menetapkan tarif murah namun dengan segala risiko yang ditanggung oleh kurir sendiri. Apalagi, pada saat hari atau periode tertentu saat adanya promo belanja online seperti 10.10 atau yang lainnya.
Margianta menuturkan ada tiga tuntutan yang dibawa oleh para kurir penggagas petisi: penentuan acuan tarif kurir online oleh pemerintah; rekomendasi pola kemitraan kurir yang manusiawi; dan memfasilitasi pertemuan antara perusahaan aplikasi dan para mitra kurirnya.
"Relasi kuasa perusahaan aplikasi dan kurir kini begitu timpang. Maka, pemerintah perlu hadir dalam menjembatani dialog antara kurir dan perusahaan aplikasi demi tata kelola jasa yang lebih adil," ujarnya.