Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Windfall Komoditas Berakhir, Transaksi Berjalan 2023 Bisa Defisit?

Mantan Menkeu Chatib Basri memprediksi transaksi berjalan 2023 bisa defisit gara-gara windfall komoditas berakhir.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Neraca transaksi berjalan Indonesia diperkirakan akan kembali mencatatkan defisit pada 2023, dipicu oleh tren harga komoditas yang mulai turun di pasar global.

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan bahwa perlambatan ekonomi global yang pada tahun depan akan menurunkan permintaan terhadap energi dan komoditas.

“Jadi saya bisa bayangkan dengan melambatnya harga komoditas, maka ekspor kita juga akan melambat. Implikasinya mungkin tahun depan, kita tidak akan melihat surplus perdagangan yang kuat,” katanya dalam acara SOE International Conference, Selasa (18/10/2022).

Kondisi ini akan mempengaruhi perekonomian di dalam negeri, terutama pada kinerja ekspor. Pasalnya, 60 persen ekspor Indonesia terkait dengan energi dan komoditas. 

Dengan kinerja ekspor yang turun maka surplus neraca perdagangan diperkirakan akan menyusut. Sebagaimana diketahui, hingga September 2022, neraca perdagangan Indonesia telah membukukan surplus selama 29 bulan beruntun.

Dikarenakan surplus neraca perdagangan yang menyusut, maka neraca transaksi berjalan (current account) berpotensi kembali mencatatkan defisit.

“Ada kemungkinan neraca transaksi berjalan nol, atau bahkan mungkin defisit yang relatif kecil untuk tahun depan. Hal ini akan memberikan tekanan pada nilai tukar,” jelasnya.

Meski demikian, Chatib menilai ekspor komoditas batu bara pada tahun depan akan memiliki prospek yang tetap positif.

Hal ini dikarenakan banyak negara di Eropa tidak bisa mengandalkan gas alam dari Rusia, membutuhkan sumber energi alternatif untuk produksi listrik, seperti batu bara. Chatib mengatakan, hal ini yang juga menjelaskan harga batu bara tetap tinggi di pasar global.

“Ini akan menguntungkan bagi Indonesia, karena Indonesia adalah salah satu eksportir terbesar [untuk komoditas batu bara],” jelasnya.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor batu bara Indonesia ke kawasan Uni Eropa meningkat signifikan pada September 2022.

Salah satunya, ekspor batu bara Indonesia ke Polandia, yang tercatat mencapai US$63,36 juta pada September 2022 atau meningkat 95,47 persen secara bulanan.

Peningkatan yang tinggi juga tercatat ke Belanda senilai US$55,85 juta. Pada bulan sebelumnya, Indonesia tidak mengekspor batu bara ke negara itu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper