Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Chatib Basri menuturkan bahwa Indonesia berpotensi menjadi tempat relokasi investasi pascapemberlakuan tarif timbal balik Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Chatib menuturkan, tarif 19% ditetapkan AS untuk Indonesia cenderung berada di level yang rendah. Dia mencontohkan, negara lain seperti Bangladesh dikenakan tarif mencapai 37% untuk produk ready-made garment, sedangkan China dikenakan tarif 30% untuk produk alas kaki (footwear).
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, tarif yang dikenakan ke RI hanya lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura yang memiliki defisit perdagangan dengan Negeri Paman Sam. Pungutan yang dikenakan ke Indonesia sama dengan yang dikenakan kepada negara Asean lain, yakni Filipina.
"Implikasi tarif ini maka investor akan melihat untuk memproduksi barang, lebih baik dia merealokasikan investasinya dari negara yang tarifnya tinggi ke negara yang tarifnya relatif lebih rendah. Karena itu, saya melihat bahwa ada kesempatan dimana relokasi (investasi ke Indonesia itu akan terjadi," kata Chatib dalam acara Indonesia-Japan Executive Dialogue 2025 di Jakarta, dikutip Kamis (7/8/2025).
Chatib memaparkan, meningkatnya peluang relokasi investasi ke Indonesia seiring dengan dampak spillover negatif yang ditimbulkan tarif Trump. Chatib menjelaskan, negara-negara yang akan paling terdampak oleh tarif Trump adalah negara dengan porsi ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) yang sangat tinggi.
Dia melanjutkan, negara seperti Vietnam yang memiliki rasio ekspor terhadap PDB mencapai 80% akan terdampak negatif dengan tarif Trump. Negara Asean lain, Singapura memiliki rasio ekspor terhadap PDB yang mencapai 180% dan memiliki eksposur ekspor ke AS yang dominan.
Baca Juga
Sementara itu, Chatib menuturkan, rasio ekspor Indonesia terhadap PDB hanya sebesar 25%. Selain itu, porsi ekspor Indonesia ke AS itu hanya sekitar 10%, sehingga dampak tarif Trump akan cenderung terbatas.
"Jadi direct impact dari tarif timbal balik terhadap Indonesia itu mungkin hanya 2,5%. Dalam konteks ini saya melihat bahwa ada peluang dari ekonomi Indonesia untuk bisa memanfaatkan (relokasi) investasi ini," tambahnya.
Chatib melanjutkan, perusahaan-perusahaan kini juga memandang adanya risiko tinggi jika menempatkan seluruh basis produksinya di China. Hal tersebut seiring dengan ketegangan perdagangan yang masih dapat terjadi antara China dengan AS.
"Sehingga untuk diversifikasi risiko, mereka mulai memindahkan investasinya ke berbagai negara di Asean," kata Chatib.
Di sisi lain, dia mengatakan peluang relokasi ini baru dapat dimanfaatkan secara maksimal jika Indonesia mampu menjaga iklim investasinya tetap kondusif.
Chatib menuturkan, aspek kepastian regulasi akan menjadi salah satu perhatian utama para investor sebelum masuk ke Indonesia. Selain itu, pengurusan perizinan yang cepat dan efisien juga akan semakin meningkatkan iklim investasi di Indonesia.
"Aspek kepastian ini harus terus dijaga ke depannya," ujar Chatib.