Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang yen telah jatuh melewati level yang memicu langkah terbaru oleh Jepang untuk menopang mata uangnya dan menggarisbawahi terbatasnya dampak intervensi di pasar.
Mata uang Negeri Sakura tersebut telah mencapai level terendah dalam empat minggu dengan mencapai level 157,71, sebelum memangkas sebagian kerugiannya dan diperdagangkan pada 157,39 per dolar AS pada pukul 10.15 pagi di Tokyo atau sekitar jam 08.15 WIB.
Adapun, kini mata uang tersebut menguat 0,32% terhadap dolar dan berada pada level 157,13 pada pukul 12.33 WIB.
Penurunan tersebut telah menempatkan yen mendekati angka yang diawasi ketat, yakni 157,52 di kala yen telah menguat secara dramatis pada awal Mei 2024.
Pelemahan yang berkelanjutan ini kemudian mencerminkan kesenjangan imbal hasil yang lebar antara Jepang dan negara-negara besar lainnya, yang pada akhirnya menarik uang keluar dari yen ke aset dengan potensi imbal hasil lebih tinggi.
Kemudian, meskipun imbal hasil obligasi Jepang mencapai level tertinggi dalam satu dekade, tekanan pada mata uang negara tersebut belum mereda.
Baca Juga
Chief desk strategist di Mizuho Securities Co. Shoki Omori mengatakan bahwa perdagangan carry trade yen masih terlalu menarik dan para investor cepat masih terus menjual yen.
“Kecuali jika muncul spekulasi bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga dalam jumlah besar atau Bank of Japan akan menaikkan suku bunga dalam jumlah besar, momentum yang kuat dalam dolar-yen tidak mungkin berubah,” jelasnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (30/5/2024).
Sebagai catatan, menurut Nasdaq, dalam pasar obligasi istilah carry trade mengacu pada perdagangan di mana investor meminjam dan membayar bunga untuk membeli sesuatu yang memiliki bunga lebih tinggi.
Cambridge Dictionary, juga mendefinisikan carry trade adalah suatu metode investasi dengan investor meminjam uang dengan tingkat bunga rendah, untuk membeli investasi yang kemungkinan besar menghasilkan keuntungan yang jauh lebih tinggi.
Kemudian, diketahui bahwa imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun telah meningkat sebesar 2,5 basis poin (bps) menjadi 1,1%, yakni level tertinggi sejak Juli 2011.
Naiknya imbal hasil acuan terjadi lantaran adanya spekulasi bahwa bank sentral Jepang (BOJ) akan menaikkan suku bunga tambahan pada tahun ini, setelah keluar dari suku bunga negatif pada Maret 2024.
“Bahkan jika imbal hasil Jepang sedikit lebih tinggi, itu tidak menjadi masalah,” Jelas Omori, dengan fokus pasar masih pada mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi.
Selain terhadap dolar, yen juga telah terdepresiasi terhadap dolar, namun juga terhadap mata uang Eropa. Nilai tukar tersebut mendekati titik terendah sejak 2008 terhadap poundsterling dan mendekati rekor terendah terhadap Euro.
Kemudian, obligasi AS dan Inggris bertenor 10 tahun memberikan imbal hasil lebih dari 300 basis poin dibandingkan dengan obligasi Jepang.
Di lain sisi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa penguatan dolar AS terjadi karena adanya kekhawatiran inflasi yang berada di atas target The Fed.
“Kekhawatiran bahwa inflasi akan tetap berada di atas target The Fed untuk jangka waktu yang lebih lama memberikan beberapa dukungan untuk mata uang AS,” ujarnya dalam publikasi riset, Rabu (29/5).