Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos Sritex (SRIL) Curhat Industri Tekstil Berdarah-darah Digempur Impor

Sejak pandemi, SRIL telah melakukan pemangkasan tenaga kerja hingga 35%.
Warga memadati pusat perbelanjaan tekstil Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Minggu (24/4/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga memadati pusat perbelanjaan tekstil Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Minggu (24/4/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA- PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) mengungkap beban berat yang ditanggung perseroan dikarenakan tekanan pasar domestik sejak pandemi dan akibat gempuran produk tekstil impor. Terlebih, pasar ekspor yang masih tertekan imbas konflik geopolitik global.

Direktur Utama SRIL Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan kondisi tersebut yang akhirnya membuat perseroan harus melakukan peneyesuaian kapasitas produksi dan efisiensi karyawan lantaran turunnya pesanan. Perseroan mulai mencatat penurunan kinerja sejak pandemi berlangsung.

"Kami harapkan dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai masuknya barang-barang impor itu juga bisa melihat dari sisi kami produsen di dalam negeri ini yang mengalami kesulitan bersaing dengan produk-produk impor yang merajalela di pasaran," kata Iwan dalam Public Expose SRIL, Selasa (25/6/2024).

Langkah efisiensi dilakukan agar perusahaan lebih mudah memantau keuntungan dan kerugian lini bisnis utama secara berkala. Dengan demikian, perseroan dapat dengan mudah menentukan produk yang lebih banyak berkontribusi dalam profit margin.

Sejak pandemi, SRIL telah melakukan pemangkasan tenaga kerja hingga 35%. Pada awal tahun 2024, produsen pakaian militer itu telah mengurangi jumlah karyawan dari 13.000-an pekerja hingga 10.000 tenaga kerja hingga saat ini.

Adapun saat ini 35 pabrik SRIL masih beroperasi dengan utilitas dikisaran 60-80%. Fasilitas manufaktur SRIL terdiri dari 25 pabrik di Sukoharjo, 9 pabrik di Semarang, dan 3 pabrik di Boyolali.

Di sisi lain, Direktur Keuangan SRIL Welly Salam mengatakan fenomena PHK memang tengah terjadi di berbagai perusahaan tekstil nasional. Menurut dia, kondisi pemulihan akan terjadi bergantung pada kebijakan pemerintah.

"Jadi kita dalam situasi yang seperti ini kita juga harus melakukan efisiensi secara tepat sehingga going constant perusahaan tidak terganggu," ujarnya.

Merujuk pada laporan keuangan SRIL per Desember 2024, penjualan bersih produsen tekstil itu tercatat sebesar US$325,08 juta atau setara dengan Rp5,01 triliun. Capaian tersebut turun 38,02% dibandingkan tahun 2022 sebesar US$524,56 juta.

Pendapatan SRIL ditopang oleh penjualan ekspor sebesar US$158,66 juta, sedangkan penjualan lokal tercatat sebesar US$166,41 juta. Kedua segmen penjualan ini sama-sama turun sepanjang 2023.

Seiring dengan penjualan yang tergerus, beban pokok juga ikut turun menjadi sebesar US$401,67 juta atau setara dengan Rp6,20 triliun.

Beban tersebut turun 49,22% yoy dibandingkan dengan 2022 yang tercatat sebesar US$791,08 juta. Alhasil, rugi kotor menyusut menjadi US$76,59 juta dibandingkan dengan 2022 yang tercatat sebesar US$266,52 juta.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper