Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa Utang Luar Negeri atau ULN pada tiga bulan kedua 2025 tembus US$433,3 miliar atau setara Rp6.976,1 triliun (sesuai kurs Jisdor BI per 14 Agustus 2025 Rp16.109 per dolar AS).
Meski demikian, ULN RI pertumbuhannya melambat apabila dibandingkan dengan kuartal I/2025. Selain itu, utang luar negeri tercatat turun dibandingkan Mei 2025 yang tercatat sebesar Rp7.100,28 triliun
"Posisi ULN Indonesia pada triwulan II 2025 tercatat sebesar 433,3 miliar dolar AS, atau secara tahunan tumbuh 6,1% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2025 sebesar 6,4% (yoy)," ujar Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso melalui siaran pers, Jumat (15/8/2025).
Menurut Denny, pelambatan pertumbuhan ULN dari kuartal I/2025 itu dipengaruhi oleh ULN swasta yang melanjutkan kontraksi pertumbuhan dari tiga bulan sebelumnya.
Berdasarkan komposisinya, ULN pemerintah pada April-Juni 2025 sebesar US$210,1 miliar atau setara Rp3.382,6 triliun. Nilainya tumbuh sebesar 10% yoy dibandingkan April-Juni 2024. Pertumbuhannya juga melesat dari kuartal I/2025 yakni sebesar 7,6% yoy.
Perkembangan ULN tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik, seiring tetap terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.
Baca Juga
"Pemerintah terus berkomitmen untuk mengelola ULN secara cermat, terukur, dan akuntabel untuk mencapai pembiayaan yang efisien dan optimal," ujar Ramdan.
Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemanfaatan ULN diarahkan untuk memperkuat fondasi perekonomian nasional dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial atau sebesar 22,3% dari total ULN pemerintah.
Kemudian, porsi terbesar selanjutnya diikuti oleh Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (19,0%); Jasa Pendidikan (16,4%); Konstruksi (11,9%); serta Transportasi dan Pergudangan (8,6%).
"Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah," terang Ramdan.
Sebaliknya, ULN swasta melanjutkan tren kontraksi pada kuartal II/2025, apabila dibandingkan dengan kuartal I/2025. Pada April-Juni 2025, ULN swasta tercatat sebesar US194,9 miliar atau setara Rp3.137,8 triliun. ULN swasta terkontraksi 0,7% yoy atau lebih rendah dari kontraksi 1% pada kuartal I/2025.
Perkembangan tersebut bersumber dari ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang terkontraksi 1,4% (yoy) di tengah ULN lembaga keuangan (financial corporations) yang tumbuh 2,3% (yoy).
Kemudian, berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 80,5% dari total ULN swasta.
"ULN swasta tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,7% terhadap total ULN swasta," terang Ramdan.
Untuk itu, rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tercatat 30,5% pada kuartal II/2025, lebih rendah dibandingkan dengan kuartal I/2025 yang mencapai 30,7%. Kemudian, ULN kuartal II/2025 didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 85,0% dari total ULN.
"Dalam rangka menjaga struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," pungkas Ramdan.