Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Buruh Ancam Mogok Nasional Juli 2024, Minta UU Cipta Kerja Dicabut!

Aksi mogok nasional rencananya akan diikuti oleh lebih dari 5 juta buruh untuk menuntut pemerintah mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam aksi demonstrasi tolak Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Senin (8/7/2024) - BISNIS/Ni Luh Anggela.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam aksi demonstrasi tolak Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Senin (8/7/2024) - BISNIS/Ni Luh Anggela.

Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan buruh berencana untuk melakukan mogok nasional setop produksi selama satu hari sambil menunggu hasil keputusan sidang judicial review Omnibus Law UU Cipta Kerja dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyampaikan, rencana tersebut menjadi pilihan lantaran aksi demonstrasi yang dilakukan para buruh selama ini dinilai tidak didengar. Bahkan, pihaknya menilai bahwa MK tidak berpihak pada para buruh.

“Yang paling penting itu yang didengar oleh konstitusi, melumpuhkan ekonomi dan melumpuhkan ekonomi itu adalah mogok. Dan itu dibenarkan oleh konstitusi,” kata Said dalam aksi demonstrasi tolak Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda Monas, Senin (8/7/2024).

Said yang juga Presiden Partai Buruh itu mengatakan, aksi mogok nasional akan dilakukan dalam bulan ini. Kendati begitu, dia belum bisa memastikan kapan aksi ini akan dilakukan lantaran masih harus menunggu hasil keputusan sidang akhir.

Menurutnya, aksi mogok tersebut nantinya akan diikuti oleh lebih dari 5 juta buruh. Selain melakukan setop produksi, para buruh juga akan bergerak ke sentra-sentra pemerintahan untuk melakukan aksi unjuk rasa.

kalangan buruh yang tergabung dalam KSPI dan Partai Buruh menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Senin (8/7/2024) untuk menuntut UU Cipta Kerja dicabut - BISNIS/Ni Luh Anggela
kalangan buruh yang tergabung dalam KSPI dan Partai Buruh menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Senin (8/7/2024) untuk menuntut UU Cipta Kerja dicabut - BISNIS/Ni Luh Anggela

Dia menyebut, aksi setop produksi oleh para buruh kemungkinan tidak hanya dilakukan selama satu hari saja.

“Berapa lamanya, kita akan perhitungkan seberapa pemerintah mau mendengar aspirasi, dan Mahkamah Konstitusi mau mendengar aspirasi cabut Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law khususnya setidak-tidaknya adalah tentang klaster ketenagakerjaan,” jelasnya. 

Dia mengharapkan, 4 dari 9 poin yang dituntut para buruh dapat dihilangkan dari Omnibus Law Cipta Cipta Kerja, 

“Kalau ini 4 kita bisa dapat setidak-tidaknya mengurangi tekanan penindasan terhadap kaum buruk,” pungkasnya.

Untuk diketahui, kalangan buruh yang tergabung dalam KSPI dan Partai Buruh menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Senin (8/7/2024) untuk menuntut UU Cipta Kerja dicabut.

Aksi demo buruh dilakukan bersamaan dengan sidang lanjutan judicial review omnibus law Cipta Kerja, dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi pemohon.

kalangan buruh yang tergabung dalam KSPI dan Partai Buruh menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Senin (8/7/2024) untuk menuntut UU Cipta Kerja dicabut - BISNIS/Ni Luh Anggela
kalangan buruh yang tergabung dalam KSPI dan Partai Buruh menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta, Senin (8/7/2024) untuk menuntut UU Cipta Kerja dicabut - BISNIS/Ni Luh Anggela

Aksi yang berlangsung sejak 11.00 WIB itu dihadiri oleh sekitar ratusan buruh yang berasal dari Jawa Barat, Banten, dan Jakarta. 

Terdapat sejumlah alasan pihaknya melakukan judicial review ke MK. Pertama, konsep upah minimum yang kembali pada upah murah. Kedua, outsourcing tanpa batasan jenis pekerjaan. 

Ketiga, kontrak yang berulang. Keempat, pesangon yang murah. Kelima, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dipermudah. Keenam, pengaturan jam kerja yang fleksibel. Ketujuh, pengaturan cuti yang dinilai menambah kerentanan dan diskriminasi di tempat kerja.

Kedelapan, kekhawatiran terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja asing. Kesembilang, hilangnya sanksi pidana sehingga dinilai memberikan kelonggaran bagi pengusaha untuk melanggar tanpa konsekuensi hukum berat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper