Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kampung Dolar Majalaya Jadi ‘Kampung Dokar’, Kejayaan Tekstil Lokal Pudar

Wilayah Majalaya yang berada di sekitar Bandung, Jawa Barat pernah menjadi sentra produksi tekstil yang tersohor hingga ke luar negeri.
Massa yang tergabung dalam Aliansi IKM dan Pekerja Tekstil Indonesia berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/7/2024). Mereka meminta pemerintah agar segera membuat aturan dan kebijakan dalam menyelamatkan industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri serta melakukan tindakan nyata terhadap PHK massal bagi pekerja. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.
Massa yang tergabung dalam Aliansi IKM dan Pekerja Tekstil Indonesia berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/7/2024). Mereka meminta pemerintah agar segera membuat aturan dan kebijakan dalam menyelamatkan industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri serta melakukan tindakan nyata terhadap PHK massal bagi pekerja. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.

Bisnis.com, JAKARTA- Wilayah Majalaya, Kabupaten Bandung pernah dijuluki sebagai ‘Kampung Dolar’. Majalaya pernah berjaya sebagai sentra produsen tekstil, produknya tak hanya memasok pasar domestik, melainkan merambah pasar ekspor.

Namun setelah beberapa periode belakangan, julukan itupun luntur. Mesin-mesin Industri Kecil Menengah alias IKM tekstil Majalaya, mulai tak berputar.

Kejayaan tinggal kenangan. Majalaya yang pernah didapuk sebagai mesin devisa lewat ekspor tekstil, kini semakin surut ke belakang.

Entah kapan tepatnya IKM tekstil Majalaya mulai berguguran, tapi yang pasti serbuan produk jadi tekstil impor menghempaskan produksi pemain lokal. Hingga kini, gelombang banjir impor terus menghantam industri tekstil, baik lewat jalur legal maupun ilegal.

Dudi Gumilar, seorang pengusaha tekstil asal Majalaya mengadukan nasibnya ke Komisi VII DPR RI, Rabu (10/7/2024) kemarin. Dia bercerita kondisi sepinya aktivitas produksi tekstil di Majalaya saat ini.

"Kalau ke daerah Majalaya tahun 1980-1990 an itu hari sabtu ramai, sekarang Jumat-Sabtu sepi karena pabrik bekerja hanya 3 hari. Padahal itu istilahnya sejarahnya tekstil indoensai dari sana," ujar Dudi.

Istilah Kampung Dolar disematkan pada Majalaya lantaran di masa kejayaannya pada periode tersebut mampu mendatangkan pesanan tekstil dari berbagai penjuru dunia. Produk lokal pun melanglang buana dan tersohor di dunia hingga menghasilkan jutaan dolar.

Majalaya juga dinilai berpuluh-puluh tahun menjadi penyumbang pajak besar ke negara. Kini, alih-alih Kampung Dolar, Dudi menyebut kini Majalaya dikenal sebagai Kota Dokar lantaran pengusaha tekstil yang beralih profesi.

"Saya di tekstil dari zaman nenek, orang tua, sampai saya, sekarang saya berprinsip di keluarga saya, saya kaya pencopet dan perampok, yang tidak menginginkan anaknya terjun ke pekerjaan seperti saya, sama," tuturnya.

Dia pun membantah jika ada yang mengatakan bahwa pelaku usaha di Majalaya enggan bertransformasi. Menurut Dudi, pelaku usaha telah berupaya melakukan pembaruan mesin hingga peningkatan kualitas, meski hasilnya pesanan tetap minim.

"10 tahun kemudian, apakah tekstil di Majalaya itu masih ada kalau pemerintahnya seperti ini? Saya gak minta apa-apa sama pemerintah, tolong lindungi pasar kami, IKM juga bisa ekspor, ke Jepang. Siapa bilang IKM itu kualitasnya jelek, mesinnya jelek, kita sakti dalam bikin kain," terangnya. 

Di sisi lain, Ketua Umum Indonesia Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman mengatakan dari 8.000 industrk kecil menengah (IKM) tekstil di Bandung sejak Covid-19 telah tergerus 40% yang tutup.

Kini, kebijakan relaksasi impor yang digagas pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 kembali mengancam keberlangsunan usaha IKM.

"Teman-teman kami 70% sekarang mengurangi produksi dan ada yang udah jual mesin," ujar Nandi.

Dia juga menyoroti impor ilegal yang membuat produk lokal semakin kalah saing. Kebijakan relaksasi tersebut membuat klien IKM berbondong-bondong berpindah ke supplier barang impor yang disebut lebih murah.

"1-2 bulan mungkin2 mesin-mesin yg 70% ini sudah mati. Kami sudah mati dari Covid, jadi kami IKM konveksi Jawa Barat sudah kolaps, dan berdampak ke tekstil. Kita sudah tak ada waktu lagi, tindakan untuk melindungi kami harus segera karena kami padat karya," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper