Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Buka-bukaan Ekonomi Global Masih Tak Pasti meski The Fed Pangkas Suku Bunga

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menjelaskan sentimen positif dari pemangkasan suku bunga oleh The Fed diimbangi oleh sentimen negatif dari ketegangan geopolitik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani tiba di kompleks jelang Sidang Tahunan MPR dan Sidang bersama DPR dan DPD 2024 dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta, Jumat (16/8/2024). Dok. DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani tiba di kompleks jelang Sidang Tahunan MPR dan Sidang bersama DPR dan DPD 2024 dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta, Jumat (16/8/2024). Dok. DPR

Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi ekonomi dan politik global masih cenderung tidak pasti pascapemangkasan suku bunga yang dilakukan oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, sentimen positif perekonomian global muncul dari keputusan The Fed memangkas Fed Fund Rate (FFR) sebesar 50 basis poin peada pekan lalu. Menurutnya, pemangkasan suku bunga tersebut telah lama dinanti oleh pelaku pasar dan realisasinya membawa angin segar terhadap perekonomian global.

Dia menuturkan, langkah The Fed ini memunculkan keyakinan pasar bahwa perekonomian AS tidak akan mengalami pelemahan secara drastis.

“Kebijakan The Fed memunculkan sebuah kepercayaan bahwa perekonomian AS akan mengalami soft landing, artinya penurunan dari inflasi tidak harus diikuti dengan pelemahan ekonomi secara drastis. Sehingga, penurunan dari inflasi akan diiringi oleh pertumbuhan ekonomi yang relatif mungkin mengalami sedikit softening tapi tidak crash,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa secara daring, Senin (23/9/2024).

Di sisi lain, kondisi perekonomian di daerah lain seperti Uni Eropa belum menunjukkan perkembangan yang positif. Sri Mulyani memaparkan, pertumbuhan ekonomi kawasan Uni Eropa masih relatif stagnan, tepatnya pada level 0,6% pada kuartal II/2024.

Sementara itu, laju inflasi sudah menurun ke 2,2% pada periode Agustus 2024 dibandingkan tahun lalu. Di sisi lain, tingkat inflasi jasa Uni Eropa masih terbilang tinggi, yakni pada 4,1% pada Agustus 2024.

Kondisi perekonomian global juga semakin diperberat oleh keadaan China yang masih menghadapi sejumlah tantangan. Sri Mulyani menuturkan, beberapa langkah yang dilakukan oleh pemerintah China untuk mendorong kembali ekonominya masih belum memberikan hasil positif.

“Sehingga ekspektasi dari pertumbuhan ekonomi China akan terus berada di bawah 5%, hingga saat ini ada di 4,7% pada kuartal II/2024,” jelasnya.

Selain itu, tingkat konsumsi domestik Negeri Panda juga masih terbilang lemah. Hal tersebut terlihat dari tingkat inflasi yang masih berada di level 0,6% yang juga ditambah dengan krisis pada sektor properti yang masih berlanjut.

Dari sisi geopolitik, Sri Mulyani menilai eskalasi konflik di berbagai wilayah menjadi faktor yang harus terus dicermati. Dia mengatakan, konflik Rusia-Ukraina, Israel-Hizbullah di Lebanon, serta perang di Sudan berisiko semakin menambah ketidakpastian perekonomian global.

“Jadi overall dari sisi perekonomian global ada kabar baik, paling tidak dari Fed Fund Rate dan (pertumbuhan ekonomi) AS yang diperkirakan soft landing. Tetapi, dari negara-negara lain masih relatif adanya pertumbuhan yang stagnan dan dari sisi geopolitik eskalasi dari risiko masih sangat tinggi,” jelas Sri Mulyani.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper