Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilik Potensi Dampak Pemilihan Perdana Menteri Baru Jepang terhadap Kebijakan BOJ

Meskipun Bank of Japan (BOJ) bekerja independen, perdana menteri baru Jepang dapat memberikan saran atau tekanan dalam keputusan kebijakan bank sentral Jepang.
Kantor pusat Bank of Japan (BOJ) di Tokyo, Jepang, Rabu, 31 Juli 2024./Bloomberg-Akio Kon
Kantor pusat Bank of Japan (BOJ) di Tokyo, Jepang, Rabu, 31 Juli 2024./Bloomberg-Akio Kon

Bisnis.com, JAKARTA - Pemilihan ketua umum partai berkuasa di Jepang yang akan menentukan  perdana menteri berikutnya, dapat mempersulit rencana bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ) untuk menormalisasi kebijakan moneter ultra-longgar.

Mengutip Reuters pada Jumat (27/9/2024), di antara sembilan kandidat, tiga nama dipandang sebagai kandidat terdepan yang bisa lolos ke putaran kedua: mantan menteri pertahanan Shigeru Ishiba, mantan menteri lingkungan hidup Shinjiro Koizumi, dan Sanae Takaichi, menteri yang membidangi keamanan ekonomi.

Sebagian besar kandidat, termasuk Ishiba dan Koizumi, tampaknya mendukung gagasan kenaikan suku bunga secara bertahap.

Koizumi mengatakan dia akan menghormati independensi BOJ dalam menetapkan kebijakan moneter. Ishiba mengatakan BOJ berada pada "jalur kebijakan yang benar" dengan mengakhiri suku bunga negatif, meskipun baru-baru ini ia mengatakan Jepang harus memprioritaskan untuk keluar dari deflasi.

Penentang paling vokal dari normalisasi kebijakan adalah Takaichi, yang mengatakan BOJ menaikkan suku bunga terlalu dini, dan biaya pinjaman harus dijaga tetap rendah agar tidak merugikan sentimen konsumen.

Adapun, BOJ mungkin terpaksa menunda waktu kenaikan suku bunga jika Takaichi menjadi perdana menteri, atau menduduki jabatan penting seperti menteri keuangan. Hal ini mengingat preferensinya terhadap biaya pinjaman yang rendah.

Oleh karena itu, kemenangan Takaichi dapat menekan imbal hasil obligasi dan melemahkan yen – sebuah prospek yang tidak diinginkan bagi para pembuat kebijakan yang ingin pasar selaras dengan rencananya untuk keluar dari kondisi moneter yang longgar. 

Namun, imbal hasil obligasi mungkin meningkat dalam jangka panjang jika ia berjanji untuk menyusun paket belanja besar yang dapat meningkatkan penerbitan utang.

Takaichi telah menyerukan belanja strategis tanpa memberikan rinciannya. Koizumi juga menjanjikan pembayaran darurat kepada perusahaan-perusahaan kecil dan rumah tangga berpendapatan rendah yang terkena dampak kenaikan biaya hidup. 

Sementara itu, tidak ada satu pun calon yang memerinci jumlah pengeluarannya, atau bagaimana pendanaannya. Dikenal sebagai sosok yang agresif dalam bidang fiskal, Ishiba menyerukan agar lembaga fiskal Jepang dibenahi.

Pemenang pemilihan kepemimpinan Partai Demokrat Liberal (LDP) akan menjadi perdana menteri berikutnya karena dominasi partai tersebut di parlemen, dan kemungkinan akan mengadakan pemilihan cepat yang dapat diadakan pada awal 27 Oktober.

BOJ kemungkinan akan memilih untuk menghindari menarik perhatian politik yang tidak diinginkan dengan menaikkan suku bunga sekitar waktu pemilu. Hal ini berarti pembuat kebijakan mungkin menunggu setidaknya sampai bulan Desember untuk menaikkan suku bunga lagi.

Bank sentral, yang mempertahankan suku bunga stabil pada bulan September, selanjutnya mengadakan tinjauan kebijakan pada 30-31 Oktober ketika bank sentral juga akan mengeluarkan perkiraan pertumbuhan triwulanan dan harga baru.

Mayoritas ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan BOJ akan menaikkan suku bunga lagi tahun ini, menyusul kenaikan suku bunga yang mengejutkan pada bulan Juli, dengan lebih dari tiga perempat dari mereka bertaruh pada kenaikan suku bunga pada pertemuan 18-19 Desember.

Meskipun BOJ bekerja independen dari pemerintah, bank sentral secara teratur telah menjadi sasaran tekanan politik.

Phillip Wool, kepala manajemen portofolio di Rayliant Global Advisors mengatakan, terlepas dari siapa yang menang, BOJ harus terbiasa dengan para politisi yang berbicara lebih sering untuk mencoba mempengaruhi bank sentral.

“Hal ini akan membuat frustrasi, namun ini adalah sebuah kenyataan bahwa inflasi dan kebijakan BOJ jauh lebih penting di benak para pemilih,” jelasnya seperti dikutip Bloomberg, Jumat (27/9/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper