Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Turunkan Rate Anti Dumping Produk Udang RI Jadi 3,9%

AS membebaskan Indonesia dari tuduhan subsidi atau de-minimis dan menjaga nilai margin dumping dari semula 6,3% menjadi 3,9%.
Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Erwin Dwiyana dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Senin (28/10/2024).
Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Erwin Dwiyana dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Senin (28/10/2024).

Bisnis.com, JAKARTA - Departemen Perdagangan Amerika Serikat (United States Department of Commerce/USDOC) dalam keputusan terbarunya menurunkan rate antidumping produk udang asal Indonesia.

Berdasarkan hasil final determination untuk countervailing duties (CVD) dan anti dumping (AD) (antisubsidi dan antidumping) yang dikeluarkan Departemen Perdagangan AS, Indonesia dibebaskan dari tuduhan subsidi atau de-minimis dan menjaga nilai margin dumping dari semula 6,3% menjadi 3,9%.

“Hasilnya kita tidak dituduh melakukan subsidi terhadap industri udang nasional sehingga kita tidak dikenai tarif untuk CVD jadi 0%, sementara antidumping kita turun 6,3% menjadi 3,9%,” ungkap Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Erwin Dwiyana dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Senin (28/10/2024).

Secara terperinci, Departemen Perdagangan AS menetapkan rate antidumping untuk responden PT Bahari Makmur Sejati (BMS) sebesar 0%, sedangkan PT First Marine Seafood (FMS) dan pelaku usaha lainnya menjadi 3,9%, dari semula 6,3%.

Adapun bea masuk tambahan ini masih bersifat sementara hingga dikeluarkannya hasil keputusan final determination Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat (United States International Trade Commission/USITC) terkait dengan injury domestik AS pada 5 Desember 2024. Jika tidak terbukti adanya injury domestik AS, bea masuk anti subsidi dan anti dumping tidak diberlakukan.

“Mudah-mudahan posisi kita yang hasil final dari USDOC, CVD dan kaitan dengan dumping bisa di drop atau dibatalkan, itu keinginan kita,” ujarnya. 

Sebagaimana diketahui, Indonesia bersama sejumlah negara tengah menghadapi gugatan antisubsidi dan antidumping untuk produk udang beku yang dilayangkan oleh AS.

Gugatan ini bermula saat American Shrimp Processors Association (Aspa) pada Oktober 2023 mengajukan petisi kepada Departemen Perdagangan AS dan Komisi Perdagangan Internasional AS untuk meminta bea masuk antidumping atas impor udang air hangat beku asal Ekuador dan Indonesia. 

Asosiasi juga meminta pemerintah AS untuk melakukan countervailing terhadap bea masuk udang impor dari Ekuador, India, Indonesia, dan Vietnam. 

Kemudian pada 25 Maret 2024, Departemen Perdagangan Amerika Serikat menetapkan CVD preliminary determination untuk Indonesia adalah de-minimis sehingga Indonesia untuk sementara tidak dikenakan bea masuk subsidi.

Lalu pada 23 Mei 2024, Departemen Perdagangan Amerika Serikat menetapkan AD preliminary determination yang menyatakan bahwa Indonesia melakukan tindakan dumping. Mandatory respondents yakni BMS mendapat tarif 0% sedangkan FMS dan udang beku dari eksportir Indonesia lainnya dikenakan sebesar 6,3% dalam bentuk cash deposit mulai 1 Juni 2024. 

Terbaru atau tepatnya pada 21 Oktober 2024, Departemen Perdagangan Amerika Serikat dalam hasil final determination menurunkan rate antidumping sebesar 3,9% untuk FMS dan udang beku dari eksportir Indonesia lainnya.

Erwin mengatakan, pemerintah akan terus aktif mengawal dan berkoordinasi dengan otoritas AS dan stakeholders terkait guna menjaga hasil final di Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat berpihak pada kepentingan Indonesia.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah akan melakukan upaya tindak lanjut berupa mendorong sinergi para eksportir, pengolah dan pembudidaya, meningkatkan kualitas hulu dan hilir, serta promosi udang Indonesia ke pasar potensial non-AS seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan Timur Tengah. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper