Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Usulan Upah Minimum Naik 10%, Produsen Tekstil Minta Dialog Terbuka

Pengusaha tekstil meminta pembahasan terkait upah dilakukan secara tripatit untuk menyelamatkan industri tekstil, termasuk soal kenaikan upah minimum 10%
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta usulan terkait kenaikan upah minimum tahun depan dapat dibahas secara tripartit antara buruh, pelaku usaha dan pemerintah.

Adapun, kalangan buruh menuntut kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 sebesar 8-10%.

Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan (API) David Leonardi mengatakan kenaikan upah minimum perlu disesuaikan oleh setiap perusahaan maupun industri. Pasalnya, untuk industri tekstil sendiri masih dihadapi tekanan yang berujung pada gangguan arus kas. 

"Saat ini, kondisi industri tekstil tidak dalam keadaan baik dan berdampak pada terganggunya arus kas perusahaan," kata David kepada Bisnis, dikutip Senin (4/11/2024). 

Kondisi tergerusnya keuangan tak hanya terjadi pada satu atau dua perusahaan saja. Perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) saat ini pun terseok-seok mempertahankan tenaga kerja kala pesanan baru semakin menipis. 

David pun meminta seluruh pihak agar memahami situasi yang terjadi pada industri tekstil agar tidak ada pihak yang dirugikan, mengingat sudah banyak pabrik tekstil yang akhirnya pailit dan menutup operasional hingga PHK massal.

"Industri berupaya untuk tetap mempertahankan tenaga kerjanya, sementara asosiasi bekerja untuk menjaga pasar guna meningkatkan aktivitas produksi," tuturnya. 

Produsen tekstil berharap ada titik temu dalam upaya tripartit untuk menciptakan kondisi sementara yang ideal bagi tenaga kerja dan industri di tengah kondisi ekonomi yang sulit. 

Menurut dia, daya beli masyarakat yang saat ini masih rendah juga perlu ditanggulangi melalui penciptaan lapangan kerja. Untuk itu, dalam hal ini, melindungi pasar industri tekstil sama artinya dengan menyediakan lapangan kerja, mengingat industri ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. 

"Langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah menganalisis kebijakan yang memberatkan atau mengurangi daya saing industri. Kebijakan yang mendukung penguasaan pasar dalam negeri oleh industri domestik juga sangat diperlukan," tuturnya. 

Oleh karena itu, peningkatan aktivitas produksi dan perlindungan terhadap pasar dalam negeri disebut menjadi solusi yang tepat. David menuturkan, regulasi menjadi kunci dalam penyerapan tenaga kerja, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan daya beli masyarakat.

Sebagai informasi, pada Juni 2024, utilitas industri tekstil yaitu 55,28% turun dari bulan sebelumnya 56,23%, sedangkan pada tahun lalu levelnya masih 69,75%.

Di sisi lain, utilitas produksi industri pakaian jadi pada Juni 2024 mencapai 77,44% atau turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 85,72% dan merosot juga dari tahun lalu yang berada di posisi 78,39%.

Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin, tenaga kerja industri TPT sebanyak 957.122 orang, sedangkan industri pakaian jadi saat ini mencapai 2,91 juta pekerja per Agustus 2024. Serapan tenaga kerja industri TPT turun 7,5% dan pakaian jadi turun 0,89% dibandingkan tahun lalu. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper