Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah berupaya melobi agar manfaat insentif hijau bagi perusahaan-perusahaan Amerika yang menjalankan bisnis berbasis ramah lingkungan dalam payung Inflation Reduction Act (IRA) dapat dinikmati Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia 'dikucilkan' dari manfaat IRA ini.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pihaknya akan membangun komunikasi dengan Amerika Serikat (AS) mengenai Inflation Reduction Act (IRA). Undang-undang yang disahkan pada 2022 lalu itu, pabrik atau kendaraan listrik yang mendapatkan pasokan nikel dari RI dikecualikan atau dikucilkan dari pihak yang bisa mendapatkan insentif hijau dari Pemerintah AS ini.
“Kami sudah mulai berbicara dengan Amerika untuk critical mineral. Karena kita adalah produsen terbesar daripada nikel dan ekosistem kendaraan listrik termasuk anodanya. Jadi bukan hanya berbasis kepada bahan baku mineralnya, tetapi anodanya yang basisnya adalah carbon black,” tuturnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Airlangga menekankan salah satu cara untuk mendorong kepentingan Indonesia adalah upaya dari Presiden AS Joe Biden yang berniat mendorong agar manufaktur dari Negeri paman Sam itu kembali bangkit. Apabila sebelumnya AS mendorong manufacturing itu di negara-negara Asia termasuk China.
“Sekarang mereka [AS] kan merasa bahwa dengan kekuatan teknologi di Asia yang utamanya China juga makin tinggi, mereka tidak ingin ada ketergantungan terhadap Asia,” imbuhnya.
IRA sendiri merupakan undang-undang yang disahkan oleh Biden pada 16 Agustus 2022 dan dinilai sebagai tindakan signifikan oleh kongres mengenai energi bersih dan perubahan iklim dalam sejarah bangsa.
Baca Juga
Melansir dari laman resmi White House, diketahui bahwa nilai investasi dari undang-undang tersebut adalah senilai US$370 miliar atau setara dengan Rp5,4 kuadriliun. Menurut McKinsey, pengesahan IRA bertujuan untuk mengkatalisasi investasi dalam kapasitas produksi dalam negeri, mendorong pengadaan pasokan penting di dalam negeri atau dari mitra perdagangan bebas, memulai R&D serta komersialisasi teknologi terdepan seperti penangkapan dan penyimpanan karbon serta hidrogen bersih.
IRA juga mengalokasikan pendanaan secara langsung untuk prioritas keadilan lingkungan dan membutuhkan penerima banyak aliran dana untuk menunjukkan dampak ekuitas.
Mengutip White House, jika Undang-Undang IRA dikombinasikan dengan Undang-Undang Infrastruktur Bipartisan dan tindakan lainnya, Departemen Energi (DOE) memperkirakan AS akan mencapai 40 persen pengurangan emisi gas rumah kaca skala ekonomi di bawah tingkat tahun 2005 pada tahun 2030.
Kantor Anggaran Kongres juga (CBO) memperkirakan bahwa undang-undang tersebut akan mengurangi defisit anggaran sebesar US$237 miliar atau setara Rp3,5 kuadriliun selama dekade berikutnya.
DOE juga memperkirakan bahwa ketentuan energi bersih dari IRA dan UU Infrastruktur Bipartisan jika dikolaborasikan dapat mengurangi emisi lebih dari 1.000 juta metrik ton CO2e pada 2030, setara dengan gabungan emisi tahunan yang dilepaskan dari setiap rumah di AS.