Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS-Jepang Siap Jadi Penjamin, ADB Tingkatkan Pembiayaan Terkait Perubahan Iklim

ADB akan meningkatkan pinjaman terkait perubahan iklim hingga US$7,2 miliar setelah AS dan Jepang sepakat menanggung risiko atas beberapa pinjaman yang ada.
Logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) akan meningkatkan pinjaman terkait perubahan iklim hingga US$7,2 miliar setelah Amerika Serikat dan Jepang setuju untuk menanggung risiko atas beberapa pinjaman yang ada. Hal ini menandai penjaminan pemerintah pertama untuk pendanaan yang berkaitan dengan perubahan iklim.

Mengutip Reuters pada Senin (11/11/2024), strategi baru ini, menawarkan contoh potensial yang dapat diikuti oleh bank-bank pembangunan lainnya seiring dengan dimulainya KTT iklim COP29 PBB pekan ini di Baku, Azerbaijan, yang berfokus pada peningkatan jumlah pendanaan yang tersedia bagi negara-negara berkembang.

Berdasarkan rencana ADB, negara terkaya di dunia akan menjamin hingga US$1 miliar pinjaman yang ada dari lembaga pembangunan terkemuka di Asia, sementara Jepang akan menanggung US$600 juta – sehingga memberi kebebasan kepada bank tersebut untuk memberikan pinjaman lebih banyak untuk proyek-proyek terkait perubahan iklim.

“Struktur ini merupakan cara yang luar biasa untuk memperluas kapasitas pinjaman bank pembangunan multilateral (MDB) tanpa melalui situasi sulit secara politik berupa peningkatan modal secara umum, yang memerlukan sumbangan negara baru," kata Jacob Sorensen, Director of Partner Funds ADB dikutip dari Reuters.

Seorang juru bicara ADB menolak berkomentar apakah kesepakatan tersebut akan terpengaruh oleh pemerintahan Trump yang akan datang. Kesepakatan tersebut telah diselesaikan minggu lalu.

ADB menyebut, ruang pinjaman tambahan yang dihasilkan oleh jaminan akan diterapkan selama lima tahun ke depan, sedangkan jangka waktu jaminan itu sendiri adalah 25 tahun.

ADB telah menetapkan target pinjaman pendanaan iklim kumulatif jangka panjang sebesar US$100 miliar antara tahun 2019 dan 2030. Pada 2023 lalu, ADB memberikan pinjaman sebesar US$9,8 miliar.

Kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS pekan lalu, yang berjanji untuk menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Paris mengenai iklim, telah membayangi dimulainya perundingan Baku, sehingga menambah tekanan pada Eropa dan China untuk membantu mencapai hasil yang kuat, kata para perunding.

Minyak Goreng Menjadi Bahan Bakar Jet

Salah satu penerima manfaat pertama dari kebijakan baru ADB ini adalah proyek di Pakistan yang menghasilkan bahan bakar penerbangan berkelanjutan dari minyak goreng, kata Sorensen. ADB menyebut, sekitar setengah dari US$90 juta yang dibutuhkan akan berasal dari skema ADB dan kesepakatan tersebut diperkirakan akan ditandatangani pada 20 November.

ADB, yang berbasis di Filipina, telah menghabiskan waktu tiga tahun untuk mengembangkan perjanjian penjaminan dengan sekelompok negara Barat dan berharap negara-negara lain akan segera menyusul, tambahnya.

Mereka juga telah berbagi pengalamannya dengan Bank Dunia, Bank Pembangunan Inter-Amerika dan Bank Investasi Eropa sebagai bagian dari upaya kolaboratif yang lebih luas untuk meningkatkan pinjaman terkait perubahan iklim.

“Kami telah berkonsultasi secara ekstensif dengan beberapa MDB lainnya,” kata Sorensen.

Meskipun perjanjian-perjanjian tersebut menandai penggunaan pertama jaminan negara untuk pendanaan iklim, perjanjian-perjanjian tersebut sebelumnya telah digunakan untuk mendanai bidang-bidang pinjaman lain seperti pendidikan.

Lembaga-lembaga pemberi pinjaman publik juga mulai menjamin investasi pihak ketiga lainnya untuk proyek-proyek iklim. Awal tahun ini, Bank Dunia meluncurkan sebuah platform yang menampung semua jaminan pinjaman dan investasi dari berbagai cabang organisasi tersebut, dalam upaya untuk memperluas penggunaannya.

Program ini berjalan “sangat baik”, setelah menjamin lebih dari $10 miliar melalui program ini pada tahun 2023 dengan tujuan menggandakan angka tahunan tersebut pada tahun 2030, kata Axel van Trotsenburg, Senior Managing Director Bank Dunia bulan lalu di Washington.

Ketika perubahan iklim meningkatkan ancaman cuaca ekstrem dan bencana di seluruh dunia, negara-negara berkembang diperkirakan akan membutuhkan lebih dari US$2 triliun per tahun pada tahun 2030 untuk melakukan transisi ke energi ramah lingkungan dan bersiap menghadapi kondisi planet yang lebih hangat.

Negara-negara kaya berharap bahwa kesepakatan pembiayaan pada COP29 tidak hanya bergantung pada sumbangan dari negara-negara tersebut untuk pendanaan iklim, namun juga mengandalkan bank-bank pembangunan serta investor swasta untuk mendapatkan sebagian besar dana iklim dunia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper