Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Hingga China, Ekonom Bank Permata Ungkap 3 Tantangan Perekonomian RI pada 2025

Chief Economist PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengungkapkan sedikitnya 3 tantangan perekonomian Indonesia pada 2025 mendatang.
Para pekerja melihat kapal kargo yang mendekati terminal di pelabuhan Qingdao di provinsi Shandong, China, beberapa waktu lalu./Reuters
Para pekerja melihat kapal kargo yang mendekati terminal di pelabuhan Qingdao di provinsi Shandong, China, beberapa waktu lalu./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Chief Economist PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengungkapkan sedikitnya 3 tantangan perekonomian Indonesia pada 2025 mendatang.

Menurutnya, sebagian tantangan tersebut sejatinya telah terjadi pada tahun ini. Yang pertama adalah pelambatan ekonomi China sebagai salah satu mitra dagang utama Tanah Air dan kawasan Asia.

“Ini tandanya sudah jelas yaitu panda menggelinding, artinya pertumbuhan ekonomi China menunjukan tren pelambatan. Dua kuartal terakhir, pertumbuhan ekonomi China sudah tumbuh di bawah 5%,” katanya dalam forum Wealth Wisdom 2024 di Jakarta Pusat, dikutip pada Selasa (19/11/2024).

Dia menjelaskan bahwa negeri Tirai Bambu merupakan salah satu konsumer energi terbesar dan menjadi sasaran ekspor utama Indonesia, khususnya minyak sawit hingga batu bara. Dengan adanya pelambatan ekonomi China, maka Indonesia akan terkena imbas secara langsung dari segi ekspor.

Lebih lanjut, tantangan kedua menurut Josua adalah dinamika usai Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) yang dimenangkan Donald Trump. Dia menyoroti potensi kebijakan industrial era Trump jilid II yang berorientasi ke dalam (inward looking) alias mengutamakan negaranya.

“Kemungkinan besar tarif impor kepada produk China akan diberlakukan,” sambungnya.

Kendati demikian, pihaknya masih menyelisik kembali bagaimana dampak lebih lanjut kepada Indonesia. Dalam jangka pendek, kekhawatiran mengenai ketidakpastian pasar kembali terpampang apabila melihat rekam jejak Trump yang kerap menimbulkan sentimen pada periode pertama.

“Ada kekhawatiran bahwa kenaikan tarif impor ke China ini akan direspons juga dari sisi pemerintah China dengan melakukan pembalasan berupa devaluasi dengan nilai tukar yuan-nya. Devaluasi tersebut pada akhirnya akan berimbas pada pelemahan mata uang yuan, rupiah, dan mata uang asia lainnya,” jelas Josua.

Dirinya berpendapat bahwa dampak tarif impor itu perlu diantisipasi. Lebih lagi, tantangan ketiga yakni gejolak geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina, pendudukan Israel di Palestina, hingga memanasnya situasi Timur Tengah belakangan ini yang tak kunjung usai.

“Faktor ini memang tidak ada yang bisa memprediksi kapan berakhirnya. Namun, kalau kita melihat memang ada satu statement yang mungkin agak sedikit berbeda dari Donald Trump, yaitu Trump tidak suka cawe-cawe ke geopolitik Timur Tengah,” ujarnya.

Dengan demikian, pernyataan itu disinyalir sebagai kabar baik untuk meredam dampak gejolak geopolitik Timur Tengah, yang pada akhirnya berdampak pula ke Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper