Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PPN 12%, Kelas Menengah Perlu Insentif Transportasi, Internet, hingga Pendidikan

Indef menilai pemerintah perlu memberi berbagai insentif untuk kelompok masyarakat kelas menengah sebagai kompensasi apabila PPN naik dari 11% menjadi 12%.
Ilustrasi pajak pertambahan nilai (PPN). Dok Freepik
Ilustrasi pajak pertambahan nilai (PPN). Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance alias Indef menilai pemerintah perlu memberi berbagai insentif untuk kelompok masyarakat kelas menengah sebagai kompensasi apabila PPN naik jadi 12% pada tahun depan.

Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto menjelaskan kelas menengah tidak bisa diberi bantuan sosial (bansos) yang bersifat sembako karena ditujukan untuk kelas bawah. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar kompensasi untuk kelas menengah berupa insentif sektor transportasi, internet, hingga pendidikan.

"Misal tarif angkutan umum tidak naik dulu, itu sudah insentif bagus. Agak lebih advance, misalnya pulsa atau memperbanyak wifi gratis, itu bagian dari insentif bisa hemat pulsa," jelas Eko usai acara Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Indonesia 2025 di Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).

Selain itu, sambungnya, sektor pendidikan juga perlu insentif karena kerap menjadi salah satu kelompok pengeluaran terbesar kelas menengah. Lagi pula, Eko menekankan pentingnya investasi ke sumber daya manusia.

"Kalau enggak bisa [kurangi] biaya pendidikan, kursus gratis diberikan," ujarnya.

Tidak hanya untuk kalangan kelas menengah, Eko berpendapat bahwa industri juga harus diberi insentif sebagai kompensasi kenaikan tarif PPN menjadi 12%.

Hanya saja, dia ingin pemerintah tidak hanya fokus ke insentif fiskal. Menurutnya, lebih baik apabila pemerintah fokus ke insentif non-fiskal seperti perbaikan sistem yang bisa meningkatkan kepercayaan pengusaha atau iklim usaha.

"Tata kelola penegakan hukum, mencegah impor ilegal, itu sudah menjadi bentuk insentif yang penting [ke pelaku industri]," jelasnya.

Senada, Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menekankan pentingnya stimulus terutama ke sektor industri untuk memperbaiki penurunan daya beli masyarakat beberapa waktu belakangan. 

Dia mencontohkan, data Badan Pusat Statistik menunjukkan sejak Kuartal IV/2023 hingga Kuartal III/2024 laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih rendah daripada laju pertumbuhan ekonomi secara umum.

Tak hanya itu, data Indef menampilkan indikator saya beli di lokapasar terjadi penurunan harga antara Juli dan Agustus namun pada September mulai meningkat. Menurutnya, kondisi tersebut menggambarkan terdapatnya perlambatan daya beli pada Juli-Agustus, dan kondisi sedikit membaik pada September.

Oleh sebab itu, Indef mendorong Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga untuk menstimulus sektor-sektor riil.

"Karena kita lihat data menunjukkan bahwa sejak pandemi covid ternyata tidak hanya perlemahan daya beli, tetapi juga kredit bank itu juga relatif menurun," jelas Esther pada kesempatan yang sama.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper