Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh mencapai 8%. Namun, cita-cita tersebut dinilai masih sulit tercapai, terutama dengan outlook atau perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan diperkirakan tak tembus 5%.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal memaparkan Economic Outlook 2025. Menurut paparannya, ekonomi Indonesia masih sulit bertumbuh disebabkan oleh sejumlah faktor.
Pertama, terkait perlambatan konsumsi rumah tangga yang diperkirakan masih akan berlanjut pada 2025. Riset Economic Outlook CORE Indonesia menunjukkan perlambatan konsumsi disebabkan, antara lain efek setelah pandemi, pasar tenaga kerja yang masih didominasi sektor informal, dan kebijakan ekonomi yang masih menekan kelas menengah.
Pelemahan konsumsi rumah tangga juga terjadi seiring dengan turunnya jumlah di kelas menengah ke menengah bawah. Padahal kontribusinya bersama dengan kelas menengah bawah mencapai 84% pada konsumsi rumah tangga.
"Faktor ini kita prediksikan akan tidak mudah untuk pulih. Kelas menengah yang mayoritas sekarang sedang bermasalah akan makin susah pulih pada 2025 jika tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan," paparnya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (23/11/2024).
Selanjutnya, tingkat konsumsi yang turun juga terlihat dari jumlah tabungan masyarakat Indonesia, di mana saat ini 99% penduduk Indonesia memiliki rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta.
Baca Juga
"Rata-rata isi tabungannya tahun ini bahkan hanya Rp1,8 juta. Turun dari rata-rata saat pandemi di Rp3,0 juta. Wajar sulit meningkatkan konsumsi dan makin banyak pinjaman ke fintech atau pinjol karena banyak makan tabungan," imbuhnya.
Kedua, faktor terbesar yang berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah investasi. Dengan rencana pemerintah untuk mendorong investasi, tahun depan investasi ke Indonesia akan meningkat.
"Namun, kita melihat walaupun jangka dalam 5 tahun berpotensi meningkat, tapi di 2025 belum akan naik signifikan karena selain konsumsi domestik yang rendah juga ada ketidakpastian global, terutama terkait perkembangan terbaru di AS dan konsolidasi pemerintahan yang baru," terangnya.
Selain itu, hambatan pada investasi di Indonesia adalah kebijakan yang kebanyakan tidak efisien sehingga daya dorongnya pada PDB rendah.
Ketiga, terkait dengan ekspor impor. CORE Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekspor masih akan tertahan dan justru berpotensi mengalami perlambatan karena adanya perlambatan pertumbuhan di negara mitra dagang utama dan peningkatan hambatan perdagangan global.
"Secara historis, kondisi Amerika yang dipimpin Trump akan menyebabkan gangguan pada ekspor. Kalau kita bandingkan pemerintahan Trump dan Biden, di masa Trump pertumbuhannya lebih rendah," papar Faisal.
Secara umum, CORE Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai 4,96% pada kuartal IV/2024 dan akan berkisar antara 4,8%-5% pada 2025.