Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengingatkan para bos perusahaan untuk segera menjalankan hilirisasi batu bara.
Menurutnya, hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) atau proyek gasifikasi batu bara harus terus digarap. DME selama ini ditargetkan bisa menjadi pengganti liquefied petroleum gas (LPG).
Oleh karena itu, DME jadi keniscayaan demi menekan impor LPG yang masih tinggi. Hilirisasi batu bara saat ini masih jalan ditempat.
Bahlil pun menegaskan bahwa eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara [PKP2B] yang mendapatkan perpanjangan menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), wajib menjalankan hilirisasi batu bara.
"Syarat utama PKP2B kita lakukan perpanjangan, salah satu syaratnya adalah harus membangun hilirisasi. Saya melihat sampai sekarang belum ada [perusahaan melakukan hilirisasi]," kata Bahlil dalam acara Minerba Expo 2024 di Jakarta, Senin (25/11/2024).
"Hati-hati, karena perjanjiannya dengan kalian waktu itu saya yang tanda tangan IUP waktu masih di Kementerian Investasi," imbuhnya.
Baca Juga
Bahlil menuturkan Indonesia masih ketergantungan impor LPG. Dia menyebut industri dalam negeri hanya mampu memproduksi LPG sekitar 2 juta ton per tahun.
Sementara itu, konsumsi LPG dalam negeri mencapai 8 juta ton. Karena itu, RI masih mengimpor sekitar 6 juta ton LPG senilai US$3,45 miliar per tahun.
Bahkan, Indonesia harus mengeluarkan devisa yang signifikan untuk impor LPG, sekitar Rp450 triliun keluar setiap tahun untuk membeli minyak dan gas, termasuk LPG.
Di sisi lain, Indonesia belum mampu menggenjot produksi LPG lantaran kekurangan gas propana (C3) dan butana (C4). Oleh karena itu, DME untuk pengganti LPG menjadi penting.
Bahlil pun mengingatkan pengusaha tak boleh ingkar janji atau lari dari kewajiban untuk melakukan hilirisasi batu bara menjadi DME itu.
"Biar mu [pengusaha] lari sampai kemanapun, saya tahu ini barang. Jangan sampai orang Papua bilang tulis lain, baca lain," ucap Bahlil.
Berdasarkan catatan Bisnis, sejumlah proyek DME yang tengah digarap saat ini pun belum tampak membuahkan hasil nyata. Proyek milik PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) hingga PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) pun mandek.